Kamis, 29 Desember 2011

Inilah Kronologi Kasus Kerusuhan Bima Membara


Pembubaran blokade warga di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, oleh aparat kepolisian, Sabtu (24/12) pagi kemarin, menelan korban jiwa. Sejauh ini dilaporkan dua orang tewas. Diluar itu ada puluhan korban terluka. Warga kocar-kacir dan berlarian berusaha menyelamatkan diri setelah polisi melakukan penembakan.


Kronologi Versi Warga

Berikut kronologi kejadian versi warga, seperti dituturkan oleh anggota DPRD Bima dari Fraksi Partai Rakyat Demokratik Adi Rahmat, Sabtu (24/12) malam.

Pukul 00.00 WITA, 24 Desember 2011, muncul isu akan ada penyerangan oleh aparat keamanan dari kepolisian dan Brimob terhadap warga Kecamatan Lambu, Bima, yang memblokade pelabuhan. “Itu menyebabkan massa yang berjumlah sekitar 8000 orang melakukan konsolidasi,” ujar Adi.

Namun, sampai pukul 04.00 WITA, pasukan Brimob yang ditunggu-tunggu tidak datang. “Akhirnya sebagian massa kembali ke wilayah Lambu untuk mempersiapkan amunisi untuk aksi besok paginya (25/12), dan hanya menyisakan 300 orang di pelabuhan,” tutur Adi.

Sekitar pukul 05.30 WITA, jelas Adi, aparat kepolisian dan Brimob sudah melakukan pengepungan di wilayah Pelabuhan Sape. “Brimob. Itu gabungan (dengan aparat kepolisian) dan berasal dari Bima, Sumbawa dan Mataram,” jelas Adi.

Pukul 06.00 WITA, aparat kepolisian meminta dan memperingatkan warga untuk membubarkan diri dari pelabuhan. “Tapi oleh warga tidak diindahkan. Mereka diam saja dan hanya melakukan pendudukan di pelabuhan tanpa melakukan perlawanan,” ujarnya.

Pukul 08.00 WITA, kata Adi, salah satu aparat kepolisian mencoba melakukan provokasi terhadap massa dengan merampas senjata tajam yang dibawa oleh peserta aksi. “Namun hal itu tidak dihiraukan oleh massa aksi,” katanya.

Sekitar 30 menit kemudian atau pukul 08.30 WITA, aparat kepolisian mulai melakukan penembakan membabi buta dengan arah mendatar kepada massa. “Setelah berjatuhan korban baru mereka melakukan penembakan ke udara,” kata Adi. Berdasarkan keterangan saksi dan warga, kata Adi, jumlah personel gabungan kepolisian mencapai 1000 orang dan bersenjata lengkap.

Aksi blokade Pelabuhan Sape dipicu oleh munculnya Surat Keputusan Bupati yang mengizinkan eksplorasi tambang emas oleh PT Nusantara Timur Mineral. Izin itu ditentang oleh warga Kecamatan Lambu karena eksplorasi dianggap merugikan warga sekitar.

Kronologi Versi Polisi

Mabes Polri pada Sabtu bersikukuh korban tewas hanya berjumlah dua orang, sementara 20 orang lainnya mengalami luka-luka. Berikut ini kronologi terjadinya bentrokan versi Polisi. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution mengatakan, warga dianggap melanggar karena menduduki Pelabuhan Sape yang mengakibatkan mengganggu aktivitas penyebrangan dari NTB ke NTT.

Saud mengatakan, sejak tanggal 20 Desember 2011 warga telah melakukan aksi unjuk rasa di depan Pelabuhan Sape. Warga yang melakukan aksi ini menamakan dirinya sebagai kelompok Front Reformasi Antitambang.

“Tuntutan massa agar SK Bupati Bima No. 188 Tahun 2010 yang meberikan ijin pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara dicabut,” ujar Saud dalam keterangan persnya, Sabtu (24/12/2011).
Selain meminta pencabutan SK tersebut, lanjut Saud, warga juga meminta kepada penegak hukum seperti polisi dan Jaksa untuk melepaskan seorang tersangka atas nama AS terkait kasus provokasi pembakaran kantor camat Lumbu pada tanggal 10 Maret 2011.

Dalam aksi tersebut, warga menggunakan perempuan dan anak-anak sebagai tameng kapal ferry tak bisa menyeberang. Bupati dan Kapolda melakukan negosiasi secara berulang-ulang tapi massa tidak bergeming sepanjang kedua tuntutannya tidak terpenuhi.

“Kemudian dilakukan tindakan penegakan hukum untuk pembebasan jembatan penyeberangan ferry dari pendudukan massa,” ungkapnya.

Aksi ujuk rasa tersebut bertahan hingga Sabtu 24 Desember 2011 ini hingga pada pukul 08.00 WIT terjadi upaya penindakan oleh aparat kepolisian dan penangkapan terhadap provokator aksi ini.

Dalam penertiban tersebut, pasukan yang diterjunkan langsung dipimpin oleh Kapolda NTB Brigjen Pol Arif Wachyunandi. “Korban meninggal dunia, Arief Rachman (18) dan syaiful (17),” jelas Saud.

Kronologi Penolakan Tambang Versi WALHI

Kecamatan Lambu adalah kecamatan pemekaran dari Kecamatan Sape yang kini menjadi salah satu dari delapan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Kecamatan yang memiliki dua belas desa dan terletak di ujung timur Kabupaten Bima, tiba-tiba dihebohkan dengan masuknya perusahaan tambang emas yang dipusatkan di Desa Sumi Dusun Baku Kecamatan lambu. Setelah ditelusuri lebih lanjut bahwa aktivitas eksplorasi tambang di Desa Sumi yang dioperasikan oleh PT. Sumber Mineral Nusantara telah berjalan sejak tahun 2010. Aktivitas itu pun menjadi bahan perhatian dan pembicaraan warga se-kecamatan Lambu dan dari fenomena eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut ternyata mengundang tanya bagi masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.

PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) ternyata telah mengantongi Izin Usaha Penambangan (IUP) sejak tahun 2008 silam yang kemudian diperbaharui dan dilakukan penyesuaian IUP tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bima Tahun 2010 mengingat tahun 2009 sedang di laksanakan Pemilihan Umum Kepala Daera (Pemilukada) yang kemungkinan akan dipolitisasi oleh berbagai elemen kepentingan guna menuju kursi kekuasaan di Kabupaten Bima. Dengan telah dikantonginya IUP bernomor 188/45/357/004/2010, PT SMN mulailah melakukan pengoperasian di lokasi seluas 24. 980 Ha.

Aktivitas PT. SMN kehadirannya ternyata tidak diketahui lebih awal oleh sebagian besar masyarakat kecamatan Lambu. Eksistensi mereka mulai dipertanyakan apalagi di dusun Baku Desa Sumi sudah dilakukan penggalian oleh PT tersebut. Persepsi masyarakat yang menduga adanya konspirasi antara Pemerintah dengan pihak perusahaan begitu kuat, karena yang dilakukan pensosialisasian atas keberadaan PT SMN hanya pada kalangan aparat desa dan aparat kecamatan tanpa melibatkan masyarakat pada umumnya.

Melihat keadaan tanah kelahirannya yang sedang ’dijarah’ tanpa sepengetahuan masyarakat yang ada di kecamatan Lambu, hal ini kemudian mendorong masyarakat untuk mempertanyakan kepada aparat terkait tentang keberadaan dan aktivitas eksplorasi yang dilakukan PT. SMN di Desa Sumi.

Oktober 2010

Aksi warga pertama kali dilakukan pada oktober 2010 dan terjadi bentrok berdarah yang menyebabkan jatuhnya 35 orang korban luka berat dan ringan (amputasi, gegar otak dll) dr warga. Warga menolak kehadiran industri tambang oleh PT Sumber Mineral Nusantara yang mendapat izin usaha tambang seluas seluas 24.980 Ha, dimana dari areal tersebut merupakan ruang hidup warga.

Desember 2010

Sekitar bulan Desember tahun 2010, sekelompok masyarakat mempertanyakan kehadiran PT. SMN kepada camat setempat. Alhasil, Pertemuan yang digelar di ruangan aula kantor kecamatan lambu antara kelompok masyarakat dan Camat beserta aparaturnya tersebut menghasilkan bahwa PT. SMN memang telah memiliki IUP bernomor 188/45/357/004/2010 dengan luas 24.980 Ha (SK Bpati Bima) yang beroperasi di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu dan seluas 14.318 Ha untuk PT. Indo Mineral Cipta Persada yang beroperasi di kecamatan Parado Izin Presiden yang tentunya dari Rekomendasi Kepala Daerah Pemerintah Kabupaten Bima. Mendengar hal tersebut, kelompok masyarakat langsung meminta kepada Camat untuk menolak kehadiran PT. SMN dengan segenap aktivitasnya, mengingat luas lokasi yang begitu besar dan ancaman bahaya lingkungan yang tidak sebanding dengan jaminan kesejahteraan atas proses penambangan yang akan terjadi di Kecamatan lambu. ”Harapan masyarakat yang ingin menjaga tanah kelahiran dan generasi rakyat Lambu itu pun akan disampaikan ke Bupati Bima,” demikian janji Muhaimin, S.Sos, Camat setempat.

Janji Camat itu telah menyebar ke masyarakat, namun kehadiran Bupati pun tak kunjung tiba di Kecamatan Lambu, berbeda saat Ia menjadi Calon Bupati incumben yang hampir per minggu mengunjungi bahkan bermalam di Kecamatan Lambu.

Januari 2011

Hari demi hari terlewati, menanti bukanlah sebuah solusi. Tepat pada hari sabtu tanggal delapan januari tahun dua ribu sebelas (8-01-2011), masyarakat mulai mempertanyakan kembali dengan menggelar aksi demonstarasi di depan kantor camat Lambu. Ratusan demonstran yang menamainya Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) akhirnya harus kembali dengan rasa kecewa dan belum mendapatkan jawaban atas penolakan kehadiran PT. SMN di kecamatan Lambu.. Hal ini disebabkan karena Camat tidak ingin menemui demonstran.

Karena belum bertemu kembali dengan Camat Lambu, FRAT kembali memasukkan surat pemberitahuan unjuk rasa yang kedua kalinya. Tepat pada hari senin tanggal tiga puluh satu januari tahun dua ribu sebelas (31-01-2011) dengan kekuatan massa yang lebih besar. Sekitar 1.500 orang yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) kembali mendatangi kantor camat dan meminta Camat Lambu untuk menandatangani surat pernyataan penolakan adanya penambangan emas yang telah dioperasikan oleh PT. SMN. Walaupun PT tersebut baru melakukan eksplorasi, ini sama halnya membuka pintu gerbang eksploitasi hasil alam di Kecamatan Lambu yang akan berimbas pada dampak lingkungan yang buruk dan embrio bencana bagi masyarakat Lambu, serta terkuras dan hilangnya mata air diwilayah IUP PT. SMN dan terganggunya kegiatan pertanian masyarakat yang tentunya pula akan menyengsarakan generasi dan rakyat Lambu, Sape dan Langgudu bahkan masyarakat kabupaten Bima pada umumnya.

Sudah tiga jam berlalu, panasnya matahari tidak menyiutkan desakan dan tuntutan pendemo untuk mau bertemu dengan Camat setempat, hal ini kemudian di mediasi oleh aparat kepolisian. Akhirnya, Pria asal kelahiran Kecamatan Sape (Induk Kecamatan Lambu, red) pun ingin menemui demonstran dengan sistem perwakilan. Kordinator demonstran beserta beberapa masyarakat akhirnya bertemu dengan Camat dan kembali menyampaikan tuntutan kepada camat agar Camat Lambu mau menandatangani surat pernyataan penolakan tambang emas di kecamatan Lambu dan meminta kepada Bupati Bima segera mencabut IUP yang telah dikeluarkannya. Mendengar tuntutan dari perwakilan demonstran, Camat pun akhirnya menjawab bahwa untuk hal penandatanganan saya belum bisa melakukannya karena harus berkonsultasi kembali dengan atasan saya, yang dalam hal ini Bapak Bupati Bima. Akhirnya, perwakilan demonstaran pun kembali ke tengah-tengah massa aksi dan menjelaskan hasil pertemuan mereka dengan Camat. Seketika itu pun masyarakat kembali ke desa masing-masing dan menunggu langkah kooperatif pemerintah agar tuntutan mereka dapat di kabulkan.

Februari 2011

Sepuluh hari telah berlalu, Bupati pun tak kunjung tiba. Camat sepertinya tidak menindaklanjuti aspirasi rakyat Lambu ke Bupati, atau memang Bupati Bima yang dipilih oleh 60% masyarakat Kabupaten itu sudah tidak ingin mendengarkan aspirasi masyarakat lagi. Tiba-tiba, Pemerintah Kabupaten Bima lewat Sekretaris Camat, Abdurrahman tepatnya hari rabu malam tanggal 9-02-2011 melakukan pengumuman lewat mesjid agung kecamatan Lambu, agar masyarakat tidak melakukan unjuk rasa penolakan tambang. Kelakuan Sekretaris Camat ini pun, hampir saja memicu konflik. Karena, mendengar pengumuman Sekretaris Camat, ratusan masyarakat mendatangi mesjid dan hampir saja menganiaya Sekretaris Camat tersebut jika tidak diamankan oleh aparat polisi setempat Keheranan atas kepemimpinan Bupati dalam hal menyerap aspirasi rakyat kembali dipertanyakan masyarakat Lambu. Setelah menyamakan persepsi dan mengajukan surat pemberitahuan unjuk rasa ke Mapolresta Kota Bima dan mendapati SSTP dari Kepolisian seluruh masyarakat dari dua belas desa yang ada di kecamatan Lambu bergabung bersama dengan Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) dan kembali menggelar aksi unjuk rasa untuk yang ketiga kalinya.. Sekitar 7.000 rakyat lambu kembali mendatangi kantor Camat setempat dan menuntut hal yang sama seperti aksi-aksi sebelumnya. Kamis pagi tanggal sepuluh pebruari tahun dua ribu sebelas (10-02-2011) massa aksi melakukan long march dari lapangan Sura desa Rato yang jaraknya sekitar dua kilometer hingga sampai ke kantor camat Lambu. Setiba di kantor Camat Lambu, massa unjuk rasa melakukan orasi bergantian dan menyampaikan tuntutan yang sama bahwa Pemerintah harus mencabut Izin Usaha Penambangan yang telah dikeluarkan kepada PT. Sumber Mineral Nusantara, dan sebagai bentuk pengabulan akan aspirasi rakyat Lambu itu, kordianator aksi meminta camat untuk mau menandatangani Surat Pernyataan Penolakan. Pengamanan aksi unjuk rasa yang dikawal oleh 250 personil aparat Polres Kota Bima, 60 personil gabungan intel dan Bareskrim dan 60 personil Brimob Polda NTB, kembali memediasi perwakilan dari FRAT dengan pihak Camat. Pertemuan pun kembali di gelar di aula camat setempat dan pihak camat pun tetap menjawab tuntutan pengunjuk rasa dengan jawaban-jawaban seperti jawaban sebelumnya dan Camat Muhaimin, S.Sos pun menambahkan bahwa hari ini Bupati Bima masih di Mataram sehingga belum bisa bertemu dengan masyarakat Lambu.

Pertemuan pun berakhir, dan perwakilana FRAT kembali menjelaskan pertemuan mereka di atas mobil komando. Mendengar Bupati sedang berada di Mataram, massa pengunjuk rasa merasa kecewa dan tiba-tiba mendorong pintu kantor kecamatan Lambu tanpa komando koordinator aksi yang seketika itu pula di balas dengan tembakan oleh pihak aparat baik menggunakan gas air mata, peluru karet bahkan diduga ada juga yang menggunakan peluru tajam. Saat itu pun tampak ratusan preman yang diorganisir aparat kecamatan yang berdiri di samping kantor sehinggu memicu/memprovokatif keadaan.

Ricuh pun tak dapat dihindari dan terjadi begitu saja tanpa ada komando dari siapa pun, massa FRAT yang melihat temannya terkena luka tembak dan ada yang tidak sadarkan diri, merasa simpatik dan semakin membangun perlawanan terhadap aparat dan preman dengan persenjataan apa adanya. Karena memang, aksi ini awalnya berlangsung damai, namun karena tidak kooperatifnya Bupati Bima dalam mendengarkan aspirasi masyarakat Lambu, dan Pemerintahan yang mengandalkan premanisme serta berjatuhan para demonstran karena tertembak peluru Polisi, membuat massa semakin terus melakukan perlawanan. 

Akhirnya, massa memukul mundur aparat dan melampiaskan kekecewaan terhadap pemrintah dan aparat kepolisian serta preman peliharaan camat dengan merusak dan membakar Satu unit truck Pol PP Camat Lambu, satu unit mobil kijang patroli Pol PP Camat Lambu, satu unit mobil dinas Camat Lambu, satu unit mobil pemadam kebakaran Kota Bima, satu unit mobil avanza, satu unit rumah jabatan Camat Lambu, satu unit kantor Camat Lambu, delapan unit sepeda motor serta sepuluh unit komputer dan ruang aula camat lambu, yang nilai kerugiannya sekitar Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

Paska kericuhan yang terjadi, Pemerintah Kabupaten Bima bukannya membangun ruang dialog dengan masyarakat, Namun mengambil langkah sebaliknya yakni melaporkan kerusakan dan anarkisme rakyat Lambu ke Mapolres Kota Bima. Setelah adanya laporan dari Pemkab Bima, Polisi kembali menkonsolidasikan diri dan langsung melakukan pengejaran pada sore harinya hingga kronologis ini di buat (16-02-2011).

Sudah lima orang yang dijadikan tersangka dan sedang ditahan di Mapolresta Kota Bima yakni Abidin asal Desa Sumi, Tasrif asal Desa Rato, Fesadin asal Desa Sumi, Nurrahman asal Desa Nae dan Mashulin asal Desa Lanta Serta Arifin tanpa pengacara/penasehat hukum yang mendampinginya, namun oleh pihak Kepolisian telah menunjuk Saiful Islam, SH untuk menjadi Penasehat Hukum mereka, mengingat Ancaman Pidana bagi mereka di atas Lima Tahun. Ada juga pemuda Lambu yang terkapar tak berdaya yakni M. Nasir (23) diduga korban penembakan peluru tajam asal Desa Simpasai yang kini menjadi calon tersangka dan tak ada biaya untuk mengobati tulang didalam matakakinya yang telah hancur dan dari keterangan dokter spesialis bedah, harus segera dirujuk di Rumah Sakit Mataram, karena alat medis di RSUD Kabupaten Bima belum memadai. Tak cukup sampai disitu, situasi Kecematan Lambu pun terus mencekam, intimidasi serta swiping pun terus digelar, hampir diseluruh cabang jalan se-kecamatan Lambu dipenuhi oleh aparat bersenjata lengkap pada pekan pertama pasca pengrusakan. Masyarakat begitu ketakutan dan pengejaran terhapap pengunjukrasa yang tertangkap video rekaman polisi terus saja dilakukan saat itu, yang akhirnyapun pun Polisi sadar bahwa kekerasan bukanlah cara mencari solusi dari penyelesaian Tragedi 
 Lambu. Entah sampai kapan kesadaran Kekuasaan untuk memenuhi tuntutan Rakyat Lambu, yang pasti kini rakyat Lambu sedang memperjuangkan tanah kelahirannya yang mau digadaikan oleh penguasanya. Rakyat dipenjarakan serta dimiskinkan oleh pemerintahnya sendiri. Oleh karena itu, dukungan saudara-saudara dalam bentuk apapun sangat diharapkan demi perjuangan yang mulia ini. Rebut Kembali Kedaulatan Rakyat.

23 Desember 2011

Ratusan aparat gabungan dari TNI Polri telah sampai di Sape, lengkap dengan peralatannya untuk membubarkan aksi massa Tani yang menuntut Bupati untuk mencabut SK Pertambangan di Lambu dan Parado Bima. hr ni adlh hr ke-5  dr aksi boikot plabhan oleh petani lambu di Pelabuhan Sape. Siang nanti stlah jum’at gubrnur NTB n KAPOLDA NTB akan brupaya nego dg prwakilan massa aksi agar massa aksi mnghentikan aksinya, jika upya ini tdak mnemukan ti2k temu mka massa aksi akan dibubarkan scra paksa. Smpai dg saat ini, ratusan prsonil pasukan TNI n POLRI lngkap dg snjata tlah mmbuat camp radius 1 km dr lokasi aksi.

TNI BKO langsung dari Yon 743/SWY, Gebang Mataram, semalam bergerak dengan jumlah 10 bus. Brimob BKO dari Detasemen Mataram dan Detasemen Bima.

Masyarakat  jg sdah siap dgn senjata (panah, tmbak, snjta rakitan, bom molotov, parang, dll), jika TNI/ Polri tetap memaksakan pembubaran, kemungkinan bentrok besar akan sangat sulit utk dihindarkan.

http://www.fimadani.com