Pembubaran blokade warga di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, oleh
aparat kepolisian, Sabtu (24/12) pagi kemarin, menelan korban jiwa. Sejauh ini
dilaporkan dua orang tewas. Diluar itu ada puluhan korban terluka. Warga
kocar-kacir dan berlarian berusaha menyelamatkan diri setelah polisi melakukan
penembakan.
Kronologi Versi Warga
Berikut kronologi kejadian versi warga, seperti dituturkan oleh anggota
DPRD Bima dari Fraksi Partai Rakyat Demokratik Adi Rahmat, Sabtu (24/12) malam.
Pukul 00.00 WITA, 24 Desember 2011, muncul isu akan ada penyerangan oleh
aparat keamanan dari kepolisian dan Brimob terhadap warga Kecamatan Lambu,
Bima, yang memblokade pelabuhan. “Itu menyebabkan massa yang berjumlah sekitar
8000 orang melakukan konsolidasi,” ujar Adi.
Namun, sampai pukul 04.00 WITA, pasukan Brimob yang ditunggu-tunggu tidak
datang. “Akhirnya sebagian massa kembali ke wilayah Lambu untuk mempersiapkan
amunisi untuk aksi besok paginya (25/12), dan hanya menyisakan 300 orang di
pelabuhan,” tutur Adi.
Sekitar pukul 05.30 WITA, jelas Adi, aparat kepolisian dan Brimob sudah
melakukan pengepungan di wilayah Pelabuhan Sape. “Brimob. Itu gabungan (dengan
aparat kepolisian) dan berasal dari Bima, Sumbawa dan Mataram,” jelas Adi.
Pukul 06.00 WITA, aparat kepolisian meminta dan memperingatkan warga untuk
membubarkan diri dari pelabuhan. “Tapi oleh warga tidak diindahkan. Mereka diam
saja dan hanya melakukan pendudukan di pelabuhan tanpa melakukan perlawanan,”
ujarnya.
Pukul 08.00 WITA, kata Adi, salah satu aparat kepolisian mencoba melakukan
provokasi terhadap massa dengan merampas senjata tajam yang dibawa oleh peserta
aksi. “Namun hal itu tidak dihiraukan oleh massa aksi,” katanya.
Sekitar 30 menit kemudian atau pukul 08.30 WITA, aparat kepolisian mulai
melakukan penembakan membabi buta dengan arah mendatar kepada massa. “Setelah
berjatuhan korban baru mereka melakukan penembakan ke udara,” kata Adi.
Berdasarkan keterangan saksi dan warga, kata Adi, jumlah personel gabungan
kepolisian mencapai 1000 orang dan bersenjata lengkap.
Aksi blokade Pelabuhan Sape dipicu oleh munculnya Surat Keputusan Bupati
yang mengizinkan eksplorasi tambang emas oleh PT Nusantara Timur Mineral. Izin
itu ditentang oleh warga Kecamatan Lambu karena eksplorasi dianggap merugikan
warga sekitar.
Kronologi Versi Polisi
Mabes Polri pada Sabtu bersikukuh korban tewas hanya berjumlah dua orang,
sementara 20 orang lainnya mengalami luka-luka. Berikut ini kronologi
terjadinya bentrokan versi Polisi. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Saud
Usman Nasution mengatakan, warga dianggap melanggar karena menduduki Pelabuhan
Sape yang mengakibatkan mengganggu aktivitas penyebrangan dari NTB ke NTT.
Saud mengatakan, sejak tanggal 20 Desember 2011 warga telah melakukan aksi
unjuk rasa di depan Pelabuhan Sape. Warga yang melakukan aksi ini menamakan
dirinya sebagai kelompok Front Reformasi Antitambang.
“Tuntutan massa agar SK Bupati Bima No. 188 Tahun 2010 yang meberikan ijin
pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara dicabut,” ujar Saud dalam
keterangan persnya, Sabtu (24/12/2011).
Selain meminta pencabutan SK tersebut, lanjut Saud, warga juga meminta
kepada penegak hukum seperti polisi dan Jaksa untuk melepaskan seorang
tersangka atas nama AS terkait kasus provokasi pembakaran kantor camat Lumbu
pada tanggal 10 Maret 2011.
Dalam aksi tersebut, warga menggunakan perempuan dan anak-anak sebagai
tameng kapal ferry tak bisa menyeberang. Bupati dan Kapolda melakukan negosiasi
secara berulang-ulang tapi massa tidak bergeming sepanjang kedua tuntutannya
tidak terpenuhi.
“Kemudian dilakukan tindakan penegakan hukum untuk pembebasan jembatan
penyeberangan ferry dari pendudukan massa,” ungkapnya.
Aksi ujuk rasa tersebut bertahan hingga Sabtu 24 Desember 2011 ini hingga
pada pukul 08.00 WIT terjadi upaya penindakan oleh aparat kepolisian dan
penangkapan terhadap provokator aksi ini.
Dalam penertiban tersebut, pasukan yang diterjunkan langsung dipimpin oleh
Kapolda NTB Brigjen Pol Arif Wachyunandi. “Korban meninggal dunia, Arief
Rachman (18) dan syaiful (17),” jelas Saud.
Kronologi Penolakan Tambang Versi WALHI
Kecamatan Lambu adalah kecamatan pemekaran dari Kecamatan Sape yang kini
menjadi salah satu dari delapan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Bima,
Nusa Tenggara Barat. Kecamatan yang memiliki dua belas desa dan terletak di
ujung timur Kabupaten Bima, tiba-tiba dihebohkan dengan masuknya perusahaan
tambang emas yang dipusatkan di Desa Sumi Dusun Baku Kecamatan lambu. Setelah
ditelusuri lebih lanjut bahwa aktivitas eksplorasi tambang di Desa Sumi yang
dioperasikan oleh PT. Sumber Mineral Nusantara telah berjalan sejak tahun 2010.
Aktivitas itu pun menjadi bahan perhatian dan pembicaraan warga se-kecamatan
Lambu dan dari fenomena eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
ternyata mengundang tanya bagi masyarakat yang sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani.
PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) ternyata telah mengantongi Izin Usaha
Penambangan (IUP) sejak tahun 2008 silam yang kemudian diperbaharui dan
dilakukan penyesuaian IUP tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bima Tahun 2010
mengingat tahun 2009 sedang di laksanakan Pemilihan Umum Kepala Daera
(Pemilukada) yang kemungkinan akan dipolitisasi oleh berbagai elemen
kepentingan guna menuju kursi kekuasaan di Kabupaten Bima. Dengan telah
dikantonginya IUP bernomor 188/45/357/004/2010, PT SMN mulailah melakukan pengoperasian
di lokasi seluas 24. 980 Ha.
Aktivitas PT. SMN kehadirannya ternyata tidak diketahui lebih awal oleh
sebagian besar masyarakat kecamatan Lambu. Eksistensi mereka mulai
dipertanyakan apalagi di dusun Baku Desa Sumi sudah dilakukan penggalian oleh
PT tersebut. Persepsi masyarakat yang menduga adanya konspirasi antara
Pemerintah dengan pihak perusahaan begitu kuat, karena yang dilakukan
pensosialisasian atas keberadaan PT SMN hanya pada kalangan aparat desa dan
aparat kecamatan tanpa melibatkan masyarakat pada umumnya.
Melihat keadaan tanah kelahirannya yang sedang ’dijarah’ tanpa
sepengetahuan masyarakat yang ada di kecamatan Lambu, hal ini kemudian
mendorong masyarakat untuk mempertanyakan kepada aparat terkait tentang
keberadaan dan aktivitas eksplorasi yang dilakukan PT. SMN di Desa Sumi.
Oktober 2010
Aksi warga pertama kali dilakukan pada oktober 2010 dan terjadi bentrok
berdarah yang menyebabkan jatuhnya 35 orang korban luka berat dan ringan
(amputasi, gegar otak dll) dr warga. Warga menolak kehadiran industri tambang
oleh PT Sumber Mineral Nusantara yang mendapat izin usaha tambang seluas seluas
24.980 Ha, dimana dari areal tersebut merupakan ruang hidup warga.
Desember 2010
Sekitar bulan Desember tahun 2010, sekelompok masyarakat mempertanyakan
kehadiran PT. SMN kepada camat setempat. Alhasil, Pertemuan yang digelar di
ruangan aula kantor kecamatan lambu antara kelompok masyarakat dan Camat
beserta aparaturnya tersebut menghasilkan bahwa PT. SMN memang telah memiliki
IUP bernomor 188/45/357/004/2010 dengan luas 24.980 Ha (SK Bpati Bima) yang
beroperasi di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu dan seluas 14.318 Ha untuk PT.
Indo Mineral Cipta Persada yang beroperasi di kecamatan Parado Izin Presiden
yang tentunya dari Rekomendasi Kepala Daerah Pemerintah Kabupaten Bima.
Mendengar hal tersebut, kelompok masyarakat langsung meminta kepada Camat untuk
menolak kehadiran PT. SMN dengan segenap aktivitasnya, mengingat luas lokasi
yang begitu besar dan ancaman bahaya lingkungan yang tidak sebanding dengan jaminan
kesejahteraan atas proses penambangan yang akan terjadi di Kecamatan lambu.
”Harapan masyarakat yang ingin menjaga tanah kelahiran dan generasi rakyat
Lambu itu pun akan disampaikan ke Bupati Bima,” demikian janji Muhaimin, S.Sos,
Camat setempat.
Janji Camat itu telah menyebar ke masyarakat, namun kehadiran Bupati pun
tak kunjung tiba di Kecamatan Lambu, berbeda saat Ia menjadi Calon Bupati
incumben yang hampir per minggu mengunjungi bahkan bermalam di Kecamatan Lambu.
Januari 2011
Hari demi hari terlewati, menanti bukanlah sebuah solusi. Tepat pada hari
sabtu tanggal delapan januari tahun dua ribu sebelas (8-01-2011), masyarakat
mulai mempertanyakan kembali dengan menggelar aksi demonstarasi di depan kantor
camat Lambu. Ratusan demonstran yang menamainya Front Rakyat Anti Tambang
(FRAT) akhirnya harus kembali dengan rasa kecewa dan belum mendapatkan jawaban
atas penolakan kehadiran PT. SMN di kecamatan Lambu.. Hal ini disebabkan karena
Camat tidak ingin menemui demonstran.
Karena belum bertemu kembali dengan Camat Lambu, FRAT kembali memasukkan
surat pemberitahuan unjuk rasa yang kedua kalinya. Tepat pada hari senin
tanggal tiga puluh satu januari tahun dua ribu sebelas (31-01-2011) dengan
kekuatan massa yang lebih besar. Sekitar 1.500 orang yang tergabung dalam Front
Rakyat Anti Tambang (FRAT) kembali mendatangi kantor camat dan meminta Camat
Lambu untuk menandatangani surat pernyataan penolakan adanya penambangan emas
yang telah dioperasikan oleh PT. SMN. Walaupun PT tersebut baru melakukan
eksplorasi, ini sama halnya membuka pintu gerbang eksploitasi hasil alam di
Kecamatan Lambu yang akan berimbas pada dampak lingkungan yang buruk dan embrio
bencana bagi masyarakat Lambu, serta terkuras dan hilangnya mata air diwilayah
IUP PT. SMN dan terganggunya kegiatan pertanian masyarakat yang tentunya pula
akan menyengsarakan generasi dan rakyat Lambu, Sape dan Langgudu bahkan
masyarakat kabupaten Bima pada umumnya.
Sudah tiga jam berlalu, panasnya matahari tidak menyiutkan desakan dan
tuntutan pendemo untuk mau bertemu dengan Camat setempat, hal ini kemudian di
mediasi oleh aparat kepolisian. Akhirnya, Pria asal kelahiran Kecamatan Sape
(Induk Kecamatan Lambu, red) pun ingin menemui demonstran dengan sistem
perwakilan. Kordinator demonstran beserta beberapa masyarakat akhirnya bertemu
dengan Camat dan kembali menyampaikan tuntutan kepada camat agar Camat Lambu
mau menandatangani surat pernyataan penolakan tambang emas di kecamatan Lambu
dan meminta kepada Bupati Bima segera mencabut IUP yang telah dikeluarkannya.
Mendengar tuntutan dari perwakilan demonstran, Camat pun akhirnya menjawab
bahwa untuk hal penandatanganan saya belum bisa melakukannya karena harus
berkonsultasi kembali dengan atasan saya, yang dalam hal ini Bapak Bupati Bima.
Akhirnya, perwakilan demonstaran pun kembali ke tengah-tengah massa aksi dan
menjelaskan hasil pertemuan mereka dengan Camat. Seketika itu pun masyarakat
kembali ke desa masing-masing dan menunggu langkah kooperatif pemerintah agar
tuntutan mereka dapat di kabulkan.
Februari 2011
Sepuluh hari telah berlalu, Bupati pun tak kunjung tiba. Camat sepertinya
tidak menindaklanjuti aspirasi rakyat Lambu ke Bupati, atau memang Bupati Bima
yang dipilih oleh 60% masyarakat Kabupaten itu sudah tidak ingin mendengarkan
aspirasi masyarakat lagi. Tiba-tiba, Pemerintah Kabupaten Bima lewat Sekretaris
Camat, Abdurrahman tepatnya hari rabu malam tanggal 9-02-2011 melakukan
pengumuman lewat mesjid agung kecamatan Lambu, agar masyarakat tidak melakukan
unjuk rasa penolakan tambang. Kelakuan Sekretaris Camat ini pun, hampir saja
memicu konflik. Karena, mendengar pengumuman Sekretaris Camat, ratusan
masyarakat mendatangi mesjid dan hampir saja menganiaya Sekretaris Camat
tersebut jika tidak diamankan oleh aparat polisi setempat Keheranan atas
kepemimpinan Bupati dalam hal menyerap aspirasi rakyat kembali dipertanyakan
masyarakat Lambu. Setelah menyamakan persepsi dan mengajukan surat
pemberitahuan unjuk rasa ke Mapolresta Kota Bima dan mendapati SSTP dari
Kepolisian seluruh masyarakat dari dua belas desa yang ada di kecamatan Lambu
bergabung bersama dengan Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) dan kembali menggelar
aksi unjuk rasa untuk yang ketiga kalinya.. Sekitar 7.000 rakyat lambu kembali
mendatangi kantor Camat setempat dan menuntut hal yang sama seperti aksi-aksi
sebelumnya. Kamis pagi tanggal sepuluh pebruari tahun dua ribu sebelas
(10-02-2011) massa aksi melakukan long march dari lapangan Sura desa Rato yang
jaraknya sekitar dua kilometer hingga sampai ke kantor camat Lambu. Setiba di
kantor Camat Lambu, massa unjuk rasa melakukan orasi bergantian dan
menyampaikan tuntutan yang sama bahwa Pemerintah harus mencabut Izin Usaha
Penambangan yang telah dikeluarkan kepada PT. Sumber Mineral Nusantara, dan
sebagai bentuk pengabulan akan aspirasi rakyat Lambu itu, kordianator aksi
meminta camat untuk mau menandatangani Surat Pernyataan Penolakan. Pengamanan
aksi unjuk rasa yang dikawal oleh 250 personil aparat Polres Kota Bima, 60
personil gabungan intel dan Bareskrim dan 60 personil Brimob Polda NTB, kembali
memediasi perwakilan dari FRAT dengan pihak Camat. Pertemuan pun kembali di
gelar di aula camat setempat dan pihak camat pun tetap menjawab tuntutan
pengunjuk rasa dengan jawaban-jawaban seperti jawaban sebelumnya dan Camat
Muhaimin, S.Sos pun menambahkan bahwa hari ini Bupati Bima masih di Mataram
sehingga belum bisa bertemu dengan masyarakat Lambu.
Pertemuan pun berakhir, dan perwakilana FRAT kembali menjelaskan pertemuan
mereka di atas mobil komando. Mendengar Bupati sedang berada di Mataram, massa
pengunjuk rasa merasa kecewa dan tiba-tiba mendorong pintu kantor kecamatan
Lambu tanpa komando koordinator aksi yang seketika itu pula di balas dengan
tembakan oleh pihak aparat baik menggunakan gas air mata, peluru karet bahkan
diduga ada juga yang menggunakan peluru tajam. Saat itu pun tampak ratusan
preman yang diorganisir aparat kecamatan yang berdiri di samping kantor
sehinggu memicu/memprovokatif keadaan.
Ricuh pun tak dapat dihindari dan terjadi begitu saja tanpa ada komando
dari siapa pun, massa FRAT yang melihat temannya terkena luka tembak dan ada
yang tidak sadarkan diri, merasa simpatik dan semakin membangun perlawanan
terhadap aparat dan preman dengan persenjataan apa adanya. Karena memang, aksi
ini awalnya berlangsung damai, namun karena tidak kooperatifnya Bupati Bima
dalam mendengarkan aspirasi masyarakat Lambu, dan Pemerintahan yang
mengandalkan premanisme serta berjatuhan para demonstran karena tertembak
peluru Polisi, membuat massa semakin terus melakukan perlawanan.
Akhirnya,
massa memukul mundur aparat dan melampiaskan kekecewaan terhadap pemrintah dan
aparat kepolisian serta preman peliharaan camat dengan merusak dan membakar
Satu unit truck Pol PP Camat Lambu, satu unit mobil kijang patroli Pol PP Camat
Lambu, satu unit mobil dinas Camat Lambu, satu unit mobil pemadam kebakaran
Kota Bima, satu unit mobil avanza, satu unit rumah jabatan Camat Lambu, satu
unit kantor Camat Lambu, delapan unit sepeda motor serta sepuluh unit komputer
dan ruang aula camat lambu, yang nilai kerugiannya sekitar Rp. 3.000.000.000
(tiga milyar rupiah).
Paska kericuhan yang terjadi, Pemerintah Kabupaten Bima bukannya membangun
ruang dialog dengan masyarakat, Namun mengambil langkah sebaliknya yakni
melaporkan kerusakan dan anarkisme rakyat Lambu ke Mapolres Kota Bima. Setelah
adanya laporan dari Pemkab Bima, Polisi kembali menkonsolidasikan diri dan
langsung melakukan pengejaran pada sore harinya hingga kronologis ini di buat
(16-02-2011).
Sudah lima orang yang dijadikan tersangka dan sedang ditahan di Mapolresta
Kota Bima yakni Abidin asal Desa Sumi, Tasrif asal Desa Rato, Fesadin asal Desa
Sumi, Nurrahman asal Desa Nae dan Mashulin asal Desa Lanta Serta Arifin tanpa
pengacara/penasehat hukum yang mendampinginya, namun oleh pihak Kepolisian
telah menunjuk Saiful Islam, SH untuk menjadi Penasehat Hukum mereka, mengingat
Ancaman Pidana bagi mereka di atas Lima Tahun. Ada juga pemuda Lambu yang
terkapar tak berdaya yakni M. Nasir (23) diduga korban penembakan peluru tajam
asal Desa Simpasai yang kini menjadi calon tersangka dan tak ada biaya untuk
mengobati tulang didalam matakakinya yang telah hancur dan dari keterangan
dokter spesialis bedah, harus segera dirujuk di Rumah Sakit Mataram, karena
alat medis di RSUD Kabupaten Bima belum memadai. Tak cukup sampai disitu,
situasi Kecematan Lambu pun terus mencekam, intimidasi serta swiping pun terus
digelar, hampir diseluruh cabang jalan se-kecamatan Lambu dipenuhi oleh aparat
bersenjata lengkap pada pekan pertama pasca pengrusakan. Masyarakat begitu
ketakutan dan pengejaran terhapap pengunjukrasa yang tertangkap video rekaman
polisi terus saja dilakukan saat itu, yang akhirnyapun pun Polisi sadar bahwa
kekerasan bukanlah cara mencari solusi dari penyelesaian Tragedi
Lambu. Entah
sampai kapan kesadaran Kekuasaan untuk memenuhi tuntutan Rakyat Lambu, yang
pasti kini rakyat Lambu sedang memperjuangkan tanah kelahirannya yang mau
digadaikan oleh penguasanya. Rakyat dipenjarakan serta dimiskinkan oleh
pemerintahnya sendiri. Oleh karena itu, dukungan saudara-saudara dalam bentuk
apapun sangat diharapkan demi perjuangan yang mulia ini. Rebut Kembali
Kedaulatan Rakyat.
23 Desember 2011
Ratusan aparat gabungan dari TNI Polri telah sampai di Sape, lengkap dengan
peralatannya untuk membubarkan aksi massa Tani yang menuntut Bupati untuk
mencabut SK Pertambangan di Lambu dan Parado Bima. hr ni adlh hr ke-5 dr
aksi boikot plabhan oleh petani lambu di Pelabuhan Sape. Siang nanti stlah
jum’at gubrnur NTB n KAPOLDA NTB akan brupaya nego dg prwakilan massa aksi agar
massa aksi mnghentikan aksinya, jika upya ini tdak mnemukan ti2k temu mka massa
aksi akan dibubarkan scra paksa. Smpai dg saat ini, ratusan prsonil pasukan TNI
n POLRI lngkap dg snjata tlah mmbuat camp radius 1 km dr lokasi aksi.
TNI BKO langsung dari Yon 743/SWY, Gebang Mataram, semalam bergerak dengan
jumlah 10 bus. Brimob BKO dari Detasemen Mataram dan Detasemen Bima.
Masyarakat jg sdah siap dgn senjata (panah, tmbak, snjta rakitan, bom
molotov, parang, dll), jika TNI/ Polri tetap memaksakan pembubaran, kemungkinan
bentrok besar akan sangat sulit utk dihindarkan.
http://www.fimadani.com