Litbang Depag
pernah mencatat bahwa pertumbuhan Gereja sejak tahun 1990 hingga tahun 2008,
meningkat sekitar 300 persen, sementara masjid hanya meningkat sekitar 60%.
Perbandingan
drastis pertumbuhan gereja yang mencengangkan itu sebenarnya disebabkan oleh
perpecahan sekte Kristen, di mana sekte yang satu tidak mau beribadah di gereja
milik sekte lainnya meskipun sama-sama gereja, sehingga masing-masing
berlomba-lomba mendirikian gereja. Hal ini berbeda dengan umat Islam, meski
berbeda mazhab mereka cukup beribadah di masjid mana pun ia jumpai.
Disinyalir ada
lebih dari 230 sekte Kristen di Indonesia, bayangkan jika dalam satu lingkup
wilayah terkecil seperti RT misalnya yang didalamnya mayoritas
muslim, ada beberapa orang Kristen dengan sekte berbeda dan masing-masing ingin
mendirikan rumah ibadah, tentu satu RT tersebut akan penuh dengan
bangunan-bangunan besar gereja.
Perumpamaan di
atas ternyata realitanya terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Di wilayah RT. 003 RW.
24 Kaliabang Bekasi sudah berdiri 4 gereja dengan sekte yang berbeda. Tentu
saja polah umat Kristen ini sudah kelewat batas dan tak memperdulikan toleransi
maupun kerukunan umat beragama.
Arifin salah
seorang tokoh masyarakat RW. 24 Kaliabang menuturkan bahwa keempat gereja
tersebut adalah gereja ilegal yang sangat meresahkan masyarakat.
“Gereja-gereja
yang ada di lingkungan kami adalah gereja-gereja liar yang notabene dianggap
sebagai gereja ilegal. Ini sangat meresahkan masyarakat kami, gereja-gereja itu
sudah sekian lama, sejak tahun 1999 kami berjuang hingga sekarang dan mereka
masih saja menjalankan aktivitasnya,” tuturnya saat dihubungi voa-islam.com,
Ahad (25/12).
Lebih lanjut ia
menyebutkan bahwa gereja-gereja yang berdiri dalam satu RT tersebut berasal
dari dari berbagai sekte Kristen, seperti GKRI (Gereja Kristus Rahmani
Indonesia), gereja Pantekosta, gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan)
dan gereja Advent.
“Ada empat
gereja dalam satu RT di sini, gereja yang pertama gereja GKRI, yang kedua
Pantekosta, yang ketiga HKBP, kedua gereja ini (Pantekosta dan HKBP, red)
paling besar dan yang keempat gereja Advent,” jelasnya.
Tokoh
masyarakat yang juga ketua RT. 008/RW. 24 Kaliabang tersebut juga mengungkapkan
bahwa masyarakat setempat menolak pendirian gereja tersebut, bahkan menurutnya
masyarakat yang dulu pernah disuap pihak gereja dengan uang Rp. 50.000,- juga
sudah menarik dukungannya.
“Pada waktu itu
mereka ingin membangun gereja yang definitif namun masyarakat menolak ,
data-data yang kami peroleh juga ada masyarakat yang saat ini sudah menarik
dukungannya itu sebelumnya mereka mendukung karena diberi uang lima puluh ribu
rupiah,” ungkapnya.
Arifin yang
dipercaya oleh masyarakat setempat untuk menanggulangi permasalahan gereja liar
ini tentu begitu mengkhawatirkan kondisi ‘aqidah warganya. Oleh sebab itu
ia meminta dukungan berbagai elemen Ormas Islam untuk berjuang menolak
berdirinya gereja-gereja liar di lingkungannya.
“Kami
senantiasa berharap agar kepedulian dari kawan-kawan ini, kerjasama ini
terbangun bukan hanya hari ini saja tapi senantiasa terus terbangun sampai kami
bisa memastikan bahwa gereja-gereja liar itu tidak ada di lingkungan kami
lagi,” pintanya. (Ahmed Widad)
http://www.voa-islam.com