Di tengah
maraknya aksi kristenisasi di Indonesia, ada satu upaya kristenisasi yang telah
terjadi bertahun-tahun dan jarang diperhatikan oleh umat Islam khususnya
para ulama dan ormas-ormas Islam, yaitu pengenaan busana-busana natal
seperti Sinterklas bagi karyawan-karyawan muslim.
Ketua DPP FPI
Munarman yang kerap menjumpai hal tersebut mengecam keras perusahaan yang
memerintahkan karyawan muslim mengenakan busana natal, padahal menurutnya di
negara mayoritas Kristen Eropa saja ketika Idul Fitri tidak ada perusahaan yang
memerintahkan karyawan Kristen mengenakan busana muslim.
“Semua mal,
kantor-kantor swasta dan BUMN pakai pohon natal, pegawai atau karyawannya
disuruh pakai topi-topi merah (Sinterklas, red) itu kan tidak benar, ini memang
negara Kristen apa? Saya pergi ke negara-negara Kristen di Eropa tidak ada tuh
kalau Idul Fitri karyawan tokonya disuruh pakai sorban kayak ustadz-ustadz. Di
Indonesia saja yang aneh, begitu menjelang natal ramai kenakan busana seperti
itu,” kata Munarman saat menjadi pembicara dalam acara sarsehan aktivis Islam
se-Indonesia di Hotel Setia, Cianjur, Jawa Barat pada hari Ahad (18/12).
Ia menyerukan
kepada seluruh Ormas Islam untuk menyampaikan surat kepada para pemilik toko
maupun perusahaan-perusahaan di sekitarnya agar tidak memaksa karyawan muslim
mengenakan busana natal, namun jika surat itu tidak direspon maka Ormas-ormas
Islam jangan segan-segan untuk melakukan sweeping.
“Itu mesti
diserukan, kepada pemilik toko, perusahaan swasta dilarang untuk memaksa
karyawannya menggunakan topi-topi Sinterklas atau semacamnya, itu mesti kita
kirimi surat. Jadi seluruh Ormas yang ada di sini kirimi surat ke wilayah yang
ada di sekitarnya kalau ada pemilik-pemilik toko yang memaksa karyawannya
memakai topi sinterklas. Kalau dikirimi surat tidak mempan sweeping
saja! Suruh karyawan-karyawan lepasin itu topi-topi sinterklas,” tegasnya
dihadapan para aktivis yang hadir.
Menurut
direktur An Nasr institute ini karyawan tidak bisa disalahkan sebab ia hanya
bekerja mencari uang dan menjalankan perintah atasannya, maka pemilik tokolah
yang harus diperingatkan lewat surat.
"Karyawannya
tidak bisa kita persalahkan, jadi jangan karyawannya yang dijadikan sasaran,
sebab dia cari duit. Saya pernah tegur seorang karyawan; kenapa kamu pakai
pakaian begini? Lalu dia bilang; kalau tidak begini dipecat saya pak, saya mau
makan apa? Jadi lebih baik pemilik tokonya yang dikasih surat,” jelas Munarman.
Mengingat
kejadian ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan tidak ada perubahan, Munarman
menyarankan bukan hanya para pemilik toko saja yang dikirimi surat namun juga
Presiden dan para pejabat yang berwenang agar lebih efektif.
“Kirimi surat
pemilik-pemilik tokonya, kemudian Presiden, mentri-mentri, Gubernur, Walikota
itu kirimi surat juga, kasih tembusannya. Karena sudah bertahun-tahun tidak ada
perubahan itu, malah semakin gencar, sudah kayak kita mau natalan semua saja,”
pungkasnya. (Ahmed Widad)
http://www.voa-islam.com