Berikut artikel tentang misteri "kentindihan" saat tidur yang
mungkin anda pernah alami. Hampir semua orang pernah mengalami peristiwa ini.
Beberapa orang menghubungkannya dengan hal-hal mistis. Namun ada penjelasan
ilmiah mengenail hal ini. Simak artikel yang saya ambil dari faktailmiah.com
Ketika
memeriksa kelompok-kelompok tertentu, 28 persen siswa dilaporkan mengalami
kelumpuhan tidur, sementara hampir 32 persen pasien kejiwaan dilaporkan mengalami
setidaknya satu episode.
Pernah melihat sesuatu yang menakutkan, misalnya hantu, saat Anda berbaring
tidur? Anda sadar, ketakutan, panik, tapi entah kekuatan dari mana, Anda
sepenuhnya lumpuh, tidak mampu bergerak, bahkan untuk sekedar mengeluarkan suara.
Kita sering menyebutnya “ketindihan” meski sebenarnya tidak ada satupun yang
menindih Anda selain dampak dari pikiran Anda sendiri.
Ketindihan atau kelumpuhan tidur (sleep paralysis) merupakan kondisi yang
hanya mempengaruhi 8 persen dari populasi umum, didefinisikan sebagai “periode
waktu yang terpisah selama gerakan otot tertentu terhambat, namun gerakan mata
dan pernapasan tetap utuh,” demikian menurut sebuah studi baru dalam jurnal
Sleep Medicine Reviews.
Beberapa orang yang mengalami episode ini secara teratur mungkin berusaha
untuk menghindari tidur akibat sensasi yang tidak menyenangkan yang mereka
alami. Tapi beberapa lainnya justru menikmati sensasi yang mereka rasakan
selama kelumpuhan tidur, catat Brian A. Sharpless, asisten profesor psikologi
klinis di Penn State.
“Saya sadar bahwa tidak ada ketersediaan tingkat prevalensi kelumpuhan
tidur yang didasarkan pada sampel yang besar dan beragam,” kata Sharpless.
“Jadi saya menggabungkan data dari studi saya sebelumnya dengan 34 penelitian lainnya
dalam rangka menentukan seberapa umumkah hal itu dalam berbagai kelompok yang
berbeda.”
Sharpless melihat pada 35 penelitian yang dipublikasikan dari 50 tahun
terakhir, mengumpulkan berbagai sampel-makalah dari beberapa negara yang
berbeda, untuk menemukan tingkat kelumpuhan tidur selama seumur hidup. Studi
ini mensurvei total 36.533 orang. Secara keseluruhan ia menemukan bahwa sekitar
seperlima di antaranya mengalami episode tersebut setidaknya sekali. Frekuensi
kelumpuhan tidur berkisar dari satu kali dalam seumur hidup hingga setiap
malam.
Ketika memeriksa kelompok-kelompok tertentu, 28 persen siswa dilaporkan
mengalami kelumpuhan tidur, sementara hampir 32 persen pasien kejiwaan
dilaporkan mengalami setidaknya satu episode. Orang yang memiliki gangguan
kepanikan bahkan lebih mungkin untuk mengalami kelumpuhan tidur, dan hampir 35
persen dari mereka yang disurvei melaporkan pernah mengalami episode ini.
Kelumpuhan tidur juga tampaknya lebih umum di kalangan non-Kaukasia.
“Kelumpuhan tidur sebaiknya dikaji dengan lebih teratur dan seragam dalam
rangka menentukan dampaknya pada fungsi individu dan untuk bisa lebih baik
mengartikulasikan hubungannya dengan kondisi kejiwaan dan medis lainnya,” kata
Sharpless.
Orang mengalami tiga jenis dasar halusinasi saat kelumpuhan tidur: adanya
penyusup, tekanan di dada yang kadang disertai dengan pengalaman kekerasan
fisik dan/atau seksual, serta levitasi atau pengalaman di luar tubuh.
Hanya ada sedikit penelitian yang membahas bagaimana mengurangi kelumpuhan
tidur atau adakah orang yang mengalami episode tersebut sepanjang hidupnya.
“Saya ingin lebih memahami bagaimana kelumpuhan tidur mempengaruhi
seseorang, sebagai lawan untuk sekedar mengetahui bahwa mereka mengalaminya,”
kata Sharpless. “Saya ingin melihat bagaimana dampaknya terhadap kehidupan
mereka.”
Sharpless berharap untuk menemukan hubungan antara kelumpuhan tidur dengan
gangguan stress pasca-traumatik di masa depan.
Jacques P. Barber, profesor psikiatri dari University of Pennsylvania,
memberikan kontribusi untuk penelitian ini, yang sebagian didukung oleh
Institut Nasional Kesehatan Mental.
Sumber http://asaborneo.blogspot.com