Selasa, 14 Februari 2012

FPI Dihadang, Khawatir Membongkar Bobrok Pejabat


Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab, menilai, insiden penghadangan anggotanya di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya pada Sabtu (11/02/2012), sarat dengan muatan politis. Habib menganggap, massa penghadang yang mengatasnamakan Suku Dayak tersebut merupakan binaan dari Gubernur Kalimantan Selatan Teras Narang.

Ada skenario yang harus diperhatikan di balik penolakan massa terhadap utusan FPI. Skenario itu kata Habib berupa penyesatan opini publik bahwa seakan-akan keberadaan FPI di Kalimantan Tengah dapat mengganggu kestabilan masyarakat terutama Suku Dayak. Padahal, Menurut Habib Rizieq, FPI selama ini memiliki hubungan sangat baik dengan berbagai suku Dayak se-Kalimantan.


DPP FPI sendiri kini tengah melakukan advokasi dan ligitasi membantu masyarakat Dayak Seruyan dalam konflik agraria di Kabupaten Seruyan. FPI siap membela seluruh masyarakat Dayak yang terzalimi di seluruh Kalimantan. Kedatangan FPI ke Palangkaraya merupakan momok yang sangat mengusik kenyamanan sejumlah penguasa dan pengusaha di Kalimantan Tengah.

Tidak semua warga Dayak menolak kehadiran Front Pembela Islam (FPI) di Kalimantan Tengah. Berbeda dengan massa yang mengatasnamakan Dewan Adat Dayat (DAD) dan Majelis Adat Dayak Nusantara (MADN) yang menolak kedatangan rombongan Front Pembela Islam (FPI) di Kalimantan Tengah, Sabtu, (11/2), tokoh Dayak Seruyan mengakui jika mereka mendukung FPI.

"Saya dari masyarakat Dayak Seruyan. Betul kata Habib (Rizieq) tidak semua masyarakat menolak FPI, kami akan tetap mendirikan FPI di Seruyan, Kobar, Kotim, Sampit, dan Kuala Kapuas, secepat-cepatnya. Masyarakat mendukung dan kami bahkan meminta," kata Budiardi, Senin (13/2).

Budiardi yang asli warga Dayak dari Kecamatan Hanau, Seruyan, Kalimantan Tengah mengatakan bahwa yang menolak FPI bukanlah masyarakat Dayak di pedalaman, melainkan sekelompok orang di Palangkaraya. “Masyarakat Dayak menginginkan FPI ada di sana”, kata Budi yang juga pengurus Dewan Adat Dayak itu.

Budiardi dan 12 orang lain warga Desa Bahaur, Kecamatan Hanau, Seruyan, hingga kini ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan perusakan perkebunan kelapa sawit pada 7 Desember lalu. Kasus Budiardi kini dilimpahkan ke Polda Kalteng.

Sebenarnya, penetapan Budiardi sebagai tersangka merupakan bentuk tidak berpihaknya negara pada kepemilikan tanah adat masyarakat. Pemerintah seharusnya segera meluruskan masalah pemberian izin yang melanggar hak-hak masyarakat ini.

Masyarakat Dayak Seruyan telah berkali-kali melakukan demonstrasi ke kantor pemerintahan setempat. Namun, tidak pernah ada penyelesaian apa pun sampai sekarang. Bahkan, Budiardi, seorang anggota DPRD Kalimantan Tengah yang mendukung aksi masyarakat, malah dijadikan tersangka oleh polisi dengan tuduhan sebagai provokator.

Habib Rizieq mengatakan, Budiardi adalah anggota dewan yang sedang melakukan pembelaan terhadap masyarakat Dayak Seruyan yang tanahnya dirampas oleh pengusaha lokal. "Setelah beliau berjuang selama bertahun-tahun, justru beliau yang dikejar-kejar, mau dikerjai oleh Gubernur Kalteng dan mau dikerjai oleh Kapolda Kalteng. Maka dari itu mereka meminta perlindungan pada FPI dan kini FPI tengah melakukan advokasi dan litigasi," jelasnya.

Pada bulan Januari lalu, puluhan warga Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), berdemo mendatangi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengadukan soal lahan tanah ulayat mereka yang dirampas oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Mereka juga meminta perlindungan hukum terhadap 12 orang masyarakat Seruyan yang ditahan pihak Kepolisian Polres Seruyan.

Banyak perusahaan perkebunan berlokasi di Kabupaten Seruyan yang sudah membuka lahan melebihi izin resmi yang mereka terima. Hal ini menyebabkan timbulnya konflik antara masyarakat dan perusahaan. Seperti yang terjadi di kawasan PT Sawit Subur Lestari dan PT Best Agro Internasional.

Oleh karena itu, FPI sejak awal tengah membantu masyarakat Dayak pedalaman di Kabupaten Seruyan untuk mendapatkan hak-hak mereka kembali atas tanah yang diserobot oleh sejumlah perusahaan. Kasus agraria di masyarakat Dayak Seruyan ini mirip Kasus Mesuji Lampung. Teras Narang sebagai Gubernur Kalteng mencium aktivitas advokasi FPI ini. Karena itulah ia tidak menginginkan adanya FPI di Kalteng.

Habib Rizieq yakin, penolakan kedatangan rombongan FPI bernuansa politis dan buntut dari sengketa agraria itu. Habib Rizieq menilai, Teras Narang sengaja menggerakkan massa untuk menolak FPI karena takut kebobrokannya terbongkar, terutama soal perampasan tanah masyarakat Dayak oleh para pengusaha. "Mereka takut dibongkar keboborokannya. (Justru) FPI sedang membela Dayak Seruyan yang dizalimi pengusaha dan preman," katanya.

Menurut Habib Rizieq, mustahil masyarakat Dayak menolak, karena mereka juga menginginkan perlindungan FPI. “Jadi ini kasusnya bukan sentimentil agama. Ini bukan persoalan sara. Ini permasalahan pejabat korup, penjahat besar sengketa agraria yang ingin mengadu domba anak bangsa untuk melindungi kepentingan politiknya,” lanjut Habib

Sumber  http://www.eramuslim.com