foto: Thinkstock |
Kanker serviks atau leher rahim masih menjadi salah satu ancaman terbesar bagi para perempuan di seluruh dunia. Ada metode yang sangat mudah dan murah untuk mencegah penyakit ini, yakni 'Intip Vagina Anda' secara rutin setahun sekali.
Bagi ibu-ibu yang rajin mengunjungi Puskesmas, istilah Intip Vagina Anda (IVA) tentu sudah tidak asing. Di sebagian besar puskesmas maupun praktik bidan, pasti ada imbauan bagi para perempuan untuk melakukan IVA yang diikuti dengan pap smear secara berkala.
Intip Vagina Anda hanyalah istilah yang dipakai agar lebih mudah mengingat-ingat nama salah satu metode deteksi dini kanker serviks, yakni Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Dibanding pap smear, metode ini jauh lebih murah dan hasilnya tidak kalah akurat.
Alat yang dibutuhkan relatif lebih sederhana karena hanya berupa kapas dan asam asetat, atau yang lebih dikenal dengan cuka dapur. Cuka yang diencerkan kadarnya hingga 3-5 persen itu dioleskan langsung ke permukaan leher rahim dengan bantuan kapas dan pinset khusus.
Dokter atau bidan yang melakukan IVA benar-benar mengintip vagina pasiennya, sebab pengamatannya memang dilakukan secara visual. jika di jaringan leher rahim ada sel-sel kanker atau prakanker, maka cairan asam asetat akan bereaksi dan membentuk kerak putih atau acetowhite.
"Di puskesmas-puskesmas, IVA ongkosnya cuma Rp 5.000 lalu kalau terdeteksi ada kanker bisa langsung dilakukan cryo dengan biaya Rp 70.000," ungkap Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam jumpa pers Gerakan Perempuan Melawan Kanker Serviks di Gedung Pertamina, Jl Merdeka Timur, Kamis (6/10/2011).
IVA memang sebaiknya diikuti pap smear karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. IVA unggul di sensitivitas yakni sangat peka mendeteksi adanya sel yang tidak normal, sementara pap smear lebih unggul di spesivisitas dalam arti hasilnya lebih akurat mengenali sel kanker.
Namun di daerah-daerah yang tidak ada fasilitas laboratorium untuk pap smear, IVA sendiri sudah cukup memadai sebagai deteksi dini kanker serviks. Pap smear hanya bisa dilakukan di puskesmas atau rumah sakit yang fasilitasnya lengkap karena harus melibatkan ahli patologi untuk mengamati hasilnya.
Bagi perempuan yang sudah aktif secara seksual, deteksi dini kanker serviks baik melalui IVA maupun pap smear sangat penting untuk dilakukan secara rutin minimal setahun sekali. Sayangnya untuk saat ini, baru 10 persen perempuan di Jakarta dan hanya 5 persen di Indonesia yang rajin melakukannya.
"Namun jika pemerintah mau menjadikannya sebagai program, dalam arti digratiskan, maka kalau bisa 3 tahun sekali sebenarnya sudah sangat bagus daripada tidak sama sekali," kata Koordinator Female Cancer Programme (FcP) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RS Cipto Mangunkusumo, Dr dr Laila Nuranna, SpOG(K).
Sumber http://www.detikhealth.com