Drones,
alias pesawat tanpa awak, pasti diinginkan setiap militer di negara manapun.
Namun jika negara itu seperti Iran, beragam sanksi bisa menghadang upaya untuk
memperoleh teknologi dari luar dan
membuat pesawat tempur tanpa awak tersebut.Demi menyiasati masalah itu, Iran memilih menggunakan sumber dari dalam. Caranya, negara itu menggunakan kompetisi pengembangan UAV untuk mendorong munculnya gagasan perakitan UAV asli milik bangsa.
Hari ini Amerika mungkin menikmati keuntungan militer dan patut berterima kasih kepada angkatan udara. Tapi esok, keuntungan itu bisa jadi lenyap.
Salah satu kontestan kompetisi desain Iran, Div-e-Sepid, dipandang cukup menjanjikan. Para kontestan hingga 65 tim kini berlomba merancang pesawat tempur tanpa awak di sekitar Gunung Damavand, puncak tertinggi di Iran.
Dalam kompetisi berlabel Homa Sazan, sUASnews.com menulis bahwa para perancang pesawat menguji coba desain mereka untuk bertahan dalam misi nyata dengan kompleksitas kian meningkat. Pesawat tanpa awak mereka telah dilengkapi kamera-kamera kecil, penanda daratan saat melintasi area tersebut, pengamat laut yang mampu melihat dan menangkap tanda-tanda tersembunyi. Tak ketinggalkan pula navigasi dan penanda kordinat scara tepat demi menuntaskan misi.
Misi-misi yang ditugaskan dalam kompetisi sangat mungkin kian rumit mengingat perlombaan tahunan itu terus digelar. Dari prespektif militer, tujuan kompetisi mungkin membosankan: menemukan penyelundup lewat hutan dan menyelamatkan suplai barang.
Namun seperti jenis teknologi lain, kemampuan pesawat tanpa awak dapat digunakan untuk beragam kepentingan. Bila UAV mampu mengidentifikasi penyelundup maka ia juga berguna memastikan target dalam medan perang.
Pekan ini Iran sesumbar mengenai pesawat tanpa awak yang didesain oleh mahasiswa asal Tabriz University. The Sharapah (kupu-kupu) adalah pesawat tanpa awak yang mampu terbang tinggi, menurut pejabat Iran, bahkan bisa mencapai 15 ribu kaki.
Dilaporkan pesawat itu mampu mengudara di satu titik hingga tiga jam dan memiliki daya jelajah hingga 19 kilometer. Laporan itu muncul berbarengan dengan unjuk kemampuan militer negera itu lewat "Pekan Pertahanan Sakral".
Soal merancang pesawat tanpa awak Iran dipandang tak pernah bermalas-malasan. Bisa dibuktikan ketika milter AS menembak jatuh drone buatan Iran, Ababil-3 yang terbang di atas wilayah Irak pada 2009.
Para Mullah mungkin dipandang terlalu membuat banyak klaim ketika menyebut kemampuan produksi drone mereka. Tahun lalu mereka juga mengklaim dua dron mereka, Ra'd dan Nazir, mampu melakukan pengidentifikasian jarak jauh, berpatroli dan melakukan misi serangan dan pengeboman dengan ketepatan tinggi. Namun sebuah pesawat tanpa awak berjulukan 'duta besar kematian' drone pengebom Karrar, bisa jadi mendekati mesin 'utusan' yang cukup mengganggu.
http://www.republika.co.id