Terorisasi musuh Islam dilakukan
secara rapi dengan target melarang dakwah yang mengajarkan akidah Islam.
Peledakan bom di depan Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton Solo Jateng,
dimanfaatkan orang-orang anti agama untuk membubarkan pengajian di masjid yang
diikuti jamaah berjenggot.
Sehari pasca peledakan yang sama sekali tidak
menewaskan jemaat gereja itu, pengajian rutin di Masjid Al-Huda Kampung Kerun,
Desa Belangwetan, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten Jateng hendak
dibubarkan oleh beberapa orang tak bertanggungjawab, Senin (26/9/2011). Takmir
masjid mensinyalir pelaku premanisme pembubaran pengajian yang diikuti oleh
bapak-bapak & ibu-ibu telah ditunggani oleh operasi intelijen, karena
memakai argumen gaya lama.
Para preman tersebut dengan arogan meminta pengajian
dibubarkan karena dianggap sebagai “Pengajian Teroris,” dengan alasan jamaah
pengajian memenuhi kriteria sebagai “Teroris” dengan ciri-ciri berjenggot,
memakai celana ‘cingkrang’ (di atas mata kaki) dan lain-lain yang pernah mereka
dengar melalui stasiun televisi swasta. Alasan lainnya, jamaah pengajian
berasal dari daerah luar dan diasuh oleh ustadz dari pesantren Ngruki binaan
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Menanggapi ulah premanisme tersebut, Bapak Kamidi,
Ketua Takmir Masjid Al-Huda, menjelaskan bahwa pengajian tersebut hanya
pengajian rutin biasa yang telah berlangsung selama satu tahun setiap Senin
usai shalat magrib. Kajiannya pun bukan eksklusif, tapi bisa diikuti oleh
khalayak umum. Materi kajiannya juga tak beda dengan materi taklim pada umumnya
yang membahas tentang akidah dan hadits Nabi. Dua kitab yang dikaji pun
standar, yaitu Syarah Kitab Aqidah Thohawiyah dan Syarah Kitab Hadits
Arba’in An-Nawawiyah.
“Pengajian ini hanya pengajian hadits-hadits Nabi
seperti pada umumnya sebagaimana pengajian Majelis Tarjih di Muhammadiyah itu,
Mas. Karena saya sendiri anggota Muhammadiyah dan juga sering mengikuti
pengajian Tarjih Muhammadiyah di PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah, red) sini,”
jelasnya.
Kamdi juga menampik tudingan bahwa jamaah yang hadir
banyak orang asing dari luar daerah setempat. “Setahu saya, jama’ah yang hadir
80 persen dari masyarakat sekitar, Mas. Memang ada beberapa orang dari luar
desa sini, tapi mereka yang hadir itu sudah sangat kita kenal, jadi mereka
tidak dan bukan orang asing bagi kita. Karena pengajian di sini kekeluargaannya
bisa dibilang cukup kuat,” tegasnya.
Terhadap tuduhan para pelaku premanisme pembubaran
pengajaian bahwa Ustadz yang menjadi pembicara pengajian berasal dari pondok
pesantren yang kerap dikait-kaitkan dengan pondok teroris, seperti Ngruki,
Kamdi menjawab dengan enteng. Karena para ustadz mereka adalah alumnus
Pesantren Persis Bangil dan Pesantren Gontor. “Kalo pembicara dalam pengajian
ini alumni Ponpes PERSIS Bangil dan Gontor, Mas. Tapi memang jamaah yang hadir
dalam pengajian ini setahu saya itu lintas ormas islam yang ada di Klaten. Jadi
jamaah dari mana saja boleh hadir karena ini memang untuk umum,” pungkasnya.
Dalam pengamatan pengurus masjid, aksi premanisme yang
meminta pembubaran pengajian tersebut sudah terencana dengan rapi, dilakukan
oleh orang yang alergi terhadap bacaan murattal Al-Qur'an.
Pasalnya, pertengahan bulan Ramadhan lalu, para pelaku
premanisme pengajian itu keberatan dan mempersoalkan pemutaran murattal
Al-Qur'an yang dilakukan takmir masjid menjelang azan Subuh.
Selain alergi Al-Qur'an, para premanisme itu juga anti
dialog dan islah. Beberapa kali pengurus masjid mengundang mereka untuk
berdialog secara ksatria, tapi mereka tak pernah berani memenuhi ajakan dialog.
Padahal rumahnya hanya berjarak 100 meter sebelah barat masjid, sedangkan rumah
ketua takmir masjid 50 meter sebelah selatan masjid.
Indikasi terorisasi terhadap pengajian di masjid
Al-Huda sudah tercium para pengurus masjid beberapa bulan terakhir. Karena
akhir-akhir ini, setelah Ramadhan, pada waktu pengajian ada orang mencurigakan
yang mondar-mandir di depan masjid. [taz/bekti sejati]
http://www.voa-islam.com