Ilustrasi (kalimantanpost.com) |
“Sebelum
dibawa ke paripurna dewan, saya minta agar Komisi VIII mewadahi semua
catatan-catatan fraksi-fraksi. Apalagi apa yang menjadi catatan fraksi ini
merupakan hal substansial,” tegas Mulyono dalam rapat pleno Baleg, di Senayan,
Senin (26/9).
Dalam rapat
pleno itu, FPDIP terang-terangan menyebutkan belum bisa menyetujui draft RUU
JPH yang diajukan oleh Komisi VIII. Alasannya, di dalam RUU tersebut pelaksanaan
sertifikasi halal menjadi kewajiban. Padahal di masyarakat, ada produk non
halal dan halal.
Selain itu
hadirnya RUU JPH akan membuat overlaping karena sudah ada UU yang mengatur
tentang keamanan produk. Demikian juga penambahan lembaga baru (Badan Nasional
Penjaminan Produk Halal) akan mempersulit koordinasi.
“Fraksi PDIP
berpendapat, RUU JPH tidak mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat. Jika
sifat mandotarynya tidak diubah menjadi sukarela, akan timbul masalah lagi,”
tegasnya.
Hal yang
sama diungkapkan Diana Anwar. “Demokrat tidak keberatan dengan RUU JPH, tapi
dengan catatan pembahasannya harus hati-hati, jangan sampai merusak sendi-sendi
masyarakat,” ujarnya.
Sementara
Gerindra, Golkar, Hanura, PKS, dan PKB juga memberikan catatan. Mereka mendesak
dalam pelaksanaannya nanti, tidak ada biaya yang dibebankan ke pengusaha
terutama usaha mikro, kecil, dan menengah. Kalaupun ada biaya, harus ditekan
seminimal mungkin agar tidak memberatkan. (esy/jpnn)
Sumber http://www.dakwatuna.com