Uskup Agung India, Felix Machado
mengatakan, sampai hari ini, praktik pluralisme agama masih banyak masalah.
“Pluralisme kalau diartikan sebagai
toleransi tidak masalah, hanya saja yang menjadi masalah adalah kalau
pluralisme itu sudah diartikan sebagai penyeragaman agama-agama. Saya pikir itu
adalah pemahaman yang salah tentang pluralisme,” demikian terangnya
pada hidayatullah.com,
di sela-sela acara Konferensi Pemimpin Kristen-Muslim Asia di Jakarta
Pusat, Kamis (8/02/2013).
Meski demikian, menurut
uskup asal Mumbai ini, umat beragama tidak perlu takut pada pluralisme
agama karena memang ajaran dan keyakinan setiap agama berbeda-beda.
“Kita tidak perlu takut, tidak
seorang pun harus memiliki rasa takut bahwa kita akan kehilangan agama kita
karena ada seseorang yang berasal dari agama lain dengan ajaran dan keyakinan
yang berbeda,” terangnya.
Felix bahkan mengaku berterimakasih
kepada umat Islam karena mengingatkannya akan ibadah dan perasaan memiliki pada
agamanya sendiri.
“Sebenarnya, saya berterimakasih
pada Tuhan, mereka (umat Islam, red.) ada, karena mereka bisa mengajari saya
ketika mereka memulai ibadah di pagi hari (shalat shubuh, red.), mereka
mengingatkan saya bahwa saya harus beribadah juga atau bahkan saat mereka
berpuasa pada bulan Ramadhan. Mereka mengingatkan bahwa saya harus berpuasa
juga. Ketika mereka ada perasaan memiliki pada agama mereka, saya juga harus
punya perasaan memiliki pada agama saya,” ucapnya.
“Saya pikir kita harus menjadi saksi
bagi agama kita,” tambah Felix.
Sementara itu, pakar
pluralisme agama, Dr. Anis Malik Thoha menegaskan umat Islam menegaskan jati
diri kita sebagai seorang Muslim.
“Saya tidak tahu ya apakah beliau
(Felix Machado, red) pernah mempelajari al-Qur’an atau tidak. Tapi apa yang
disampaikannya bahwa kita harus menjadi saksi atas agama kita sendiri,
tercantum dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 143,” jelas salah satu anggota
Panel Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) ini kepada hidayatullah.com.
Menurut Anis, jati diri kita sebagai
Muslim sebagai seorang yang beragama bukan untuk mengaburkan, melainkan semakin
menegaskan.
Seperti diketahui, lebih dari
100 perwakilan dari 16 negara Asia menghadiri konferensi mengambil tema “Bringing Common Word to Common
Action” yang diselenggarakan ICIS,
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
(PGI), didukung Federasi Konferensi Para Uskup se-Asia (Federation of Asian
Bishops’ Conferences, FABC) dan Konferensi Kristen Asia (Christian Conference
in Asia) ini.*