PIHAK kepolisian terus memeriksa
bukti video kekerasan Poso yang diduga dilakukan anggota kepolisian. Tapi
hingga saat ini, menurut Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli
Amar tak ada satupun anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang
terlibat, melainkan hanya sekelas Bintara.
Menanggapi pernyataan Mabes Polri,
Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya,
menekankan poin dalam video tersebut bukanlah terletak pada keterlibatan Densus
88 atau tidak, tapi lebih kepada kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh pihak kepolisian.
“Pertanyaannya, jika hanya Bintara,
apakah berarti Pelanggaran HAM oleh Bintara boleh, dan tidak ada Pelanggaran
HAM oleh Densus selama ini?” katanya kepada Islampos.com, Rabu (6/3/2013).
Musthofa pun mengkritisi cara pihak
Mabes Polri memberikan jawaban dalam jumpa pers. Ia menangkap seolah-olah cara
mengetahui kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) hanya bisa
diketahui melalui video yang ditemukan masyarakat. Padahal cara itu juga
bisa dilakukan melalui kesaksian korban yang ‘kebetulan’ masih hidup setelah
disiksa Densus.
“Kalau pelanggaran HAM oleh Densus
tidak ada, silahkan dengarkan korban yang cacat seumur hidup akibat salah
tangkap Densus,” katanya.
Jika hanya berdasar video, katanya,
maka setiap korban kekerasan akibat pelanggaran HAM akan dibilang: itu bukan
Densus pelakunya, tapi Bintara.
“Padahal persoalan utamanya,
kekerasan Densus tidak direkam video kan?” paparnya.
“Bintara yang tidak bekerja terbuka
saja bisa berbuat seperti itu, bagaimana dengan Densus yang bekerja tertutup
dan tidak transparan?” sambungnya.
Pelanggaran HAM, kata Musthofa, tetap
tidak boleh dilakukan oleh siapapun. Baik oleh Bintara, Densus, Satgas Poso, Sa
http://islampos.com/mabes-polri-diminta-temui-korban-cacat-seumur-hidup-akibat-ulah-densus-46701/tgas
Anti Teror, dan lain sebagainya. (Pz/Islampos)