Rabu, 13 Maret 2013

Surat Pembaca Untuk Majalah Tempo


Oleh Dwi Anggia Presenter TvOne*

Pengalaman buruk yang saya alami dengan Majalah Tempo. Sebelum saya tampilkan surat pembaca versi saya (yang tidak diedit Tempo), saya ingin menjelaskan sedikit kronologis munculnya surat protes saya pada majalah Tempo.


Pada Jumat 1 Maret 2013, saya ditelpon oleh redaktur Tempo, ia mengatakan akan membuat tulisan soal Anas Urbaningrum. Kebetulan saya mewawancarai Anas Urbaningrum, sebelum dan sesudah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Redaktur Tempo ini kemudian menanyakan bagaimana kondisi saat dikediaman AU, saat saya mewawancarai di Duren Sawit.

Redaktur tersebut kemudian mulai bertanya perihal foto / (lukisan) Kiyai Ali Maksum yang dipajang sebagai latar belakang saat saya berdialog dengan Anas. Redaktur Tempo ini kemudian bertanya, apakah disetting demikian? .

Saya menjelaskan, bahwa untuk lokasi, memang kami, pihak TvOne yang memilih, sementara properti lainnya disediakan oleh tuan rumah. Posisi foto yang ada dibelakang Anas memang sudah disediakan begitu adanya. Saat wawancara pertama dengan Anas memang ada permintaan untuk meletakan lukisan sebagai latar, karena wawancara kami lakukan diluar ruangan, didekat Pendopo.

Sementara untuk wawancara saya yang kedua kalinya dengan AU (setelah berhenti menjabat Ketum PD), tidak ada permintaan dari AU memajang lukisan Kyai Ali Maksum. 

Penjelasan saya sampaikan ke Redaktur Tempo, dan berulang kali saya sebutkan ini off the record.  Saat itu saya juga mengatakan, saya harus konfirmasi terlebih dahulu dengan pimpinan saya, apakah diperbolehkan share info seperti ini ke Tempo. Akhirnya saya diijinkan untuk menceritakan keadaan apa adanya seperti yang tertulis diatas.

Redaktur Tempo kemudian bertanya via bbm, "sudah ada kabar"?. Kemudian saya kabari, bahwa cerita ini boleh ditulis, namun saya mengingatkan kembali, bahwa saya tidak berkenan jika nama saya dicantumkan dalam tulisan Tempo.

Namun fakta yang terjadi berbeda :
 Komitmen off the record, tidak ditepati oleh pihak tempo. Tempo dengan jelas menulis   nama saya sebagai lead dari tulisan "Dari Halaman Satu Setengah". Saya langsung menghubungi redaktur yang bersangkutan, menyatakan keberatan.  Redaktur tersebut kemudian mengatakan ini adalah kesalahannya, dia salah dengar. Dia kemudian menyarankan agar saya menulis surat pembaca.

   2. Apa yang dikutip oleh Tempo, tidak sesuai dengan apa yang saya sampaikan.
     " properti itu sudah selalu disiapkan dan wajib ada", kata Dwi Anggia.
       Padahal tak satupun  pernyataan saya yang berbunyi seperti kutipan yang ditulis
      oleh Tempo.

Apa dasar Tempo menulis kalimat kutipan seolah oleh dari pernyataan saya??

Inilah kemudian yang menjadi keberatan saya, sehingga berakhir dengan protes keras yang saya tuangkan dalam surat pembaca. Yang kemudian diberi judul oleh Tempo " Keberatan Dwi Anggia ".  Surat ini kemudian diedit, meski sebelumnya saya sudah meminta agar tidak dilakukan pengeditan. Tempo mengatakan pengeditan surat lazim dilakukan tanpa mengurangi substansi. Saya kemudian meminta agar surat yang diedit, dikirim terlebih dahulu pada saya, sebelum turun cetak. Tapi tidak dilakukan juga oleh pihak Tempo.

Apa boleh buat?
Dibawah ini adalah bunyi surat saya, sebelum diedit oleh Tempo:

Surat pembaca majalah tempo

Melalui surat ini saya ingin melayangkan protes keras dan keberatan atas tulisan redaktur majalah tempo, diedisi Tempo 4-10 Maret 2013, pada tulisan yang berjudul Dari Halaman Satu Setengah.

'N menulis kalimat yang dikutip atas nama saya, Dwi Anggia Presenter TvOne, dalam kepala beritanya,  sebagai  berikut : "properti itu selalu sudah disiapkan dan wajib ada". Properti yang dimaksud adalah sarung yang digunakan Anas Urbaningrum dan lukisan KH Ali Maksum. Tampaknya Tempo hendak menunjukan "siapa Anas & dari mana dia berakar".

Faktanya adalah, saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan itu. Sebelumnya, pada Jumat ( 1 Maret 2013), 'N' yang mengaku sebagai redaktur tempo, menghubungi saya melalui telpon, dan meminta saya menceritakan suasana dikediaman Anas Urbaningrum, dengan alasan karena saya dua kali mewawancarai Anas Urbaningrum.

'N' menanyakan perihal lukisan yang dijadikan latarbelakang saat saya mewawancarai Anas. Saya jelaskan lukisan itu hanya dipasang sekali saja dari dua wawancara yang saya lakukan.
Saya menjelaskan TvOne selaku tamu, memilih dan menentukan lokasi saat wawancara, sedangkan properti lainnya disediakan dan ditentukan tuan rumah., termasuk lukisan K.H Ali Maksum serta busana apa yang  digunakan Anas . Memang ada permintaan untuk memasang lukisan sebagai latarbelakang wawancara, tapi itu hanya satu kali pada tanggal 7 Februari 2013, sebelum AU ditetapkan sebagai tersangka. Tidak ada lukisan KH Ali Maksum dalam wawancara saya yang coda dikediaman Anas Urbaningrum.

Sangat jelas, bahwa kutipan yang ditulis 'N' sama sekali berbeda dengan pernyataan yang saya berikan. 'N' menulis kesimpulan dan pendapat pribadinya  dalam tulisan tersebut, dan menggunakan nama saya. Ini yang menjadi keberatan saya!. Jika 'N' ingin beropini, lebih baik tidak usah mewawancarai saya sebelumnya.

Selanjutnya saya menyatakan 'N' telah melanggar komitmen, karena saya sudah meminta agar nama saya tidak dicantumkan dalam tulisan.

Atas dua hal ini, 'N' selaku redaktur Tempo, belakangan sudah mengakui kesalahannya, ketika saya konfirmasi melalui telpon. Dengan alasan, dia salah dengar.

Adalah sangat tidak profesional dan sangat disayangkan ketika salah dengar dijadikan alasan, untuk sebuah majalah seperti Tempo. Apalagi sebelumnya saya berkali kali ingatkan, "ini adalah off the record", saya tidak mau nama saya dicantumkan.

====

Demikian isi surat yang saya layangkan.  Nama redaktur sengaja tidak saya cantumkan. Tempo tidak menuliskan nama redakturnya adalah demi menjaga kredibilitas redaktur ataupun ini sudah menjadi kebijakan redaksi, apapun itu saya hargai.

Tapi yang jelas, melalui surat pembaca ini saya ingin menyampaikan kekecewaan atas kutipan yang disampaikan yang tidak benar dan komitmen yang tidak ditepati.

Sekian terimakasih