Minggu, 29 April 2012

Muhammad bin Maslamah Pencetus Siasat Ightiyal Bagi Penghina Islam


Tentang Muhammad bin Maslamah

Muhammad bin Maslamah adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Ansar, ia berasal dari suku Aus di Madinah.

Ia berperawakan tinggi dan besar selain itu Maslamah merupakan seorang pendiam, pemikir, amanah, dan selalu taat menjalankan ajaran agamanya. Ia juga dikenal sebagai orang pemberani. Dalam medan pertempuran, ia bahkan selalu berada di barisan terdepan.


Meski bernama Muhamad bin Maslamah, ia tidak terlahir sebagai Muslim. Namun ia merupakan generasi pertama di Yatsrib atau Madinah yang memeluk Islam. Ia masuk Islam di bawah bimbingan Mush’ab bin Umair yang merupakan utusan pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah.

Muhamad bin Maslamah memeluk Islam sebelum orang-orang yang berpengaruh di Madinah memeluk Islam, seperti Usaid bin Hudair dan Sa’ad bin Mu’adz.

Tak heran jika ia selalu bergabung dalam setiap pertempuran untuk mempertahankan kemuliaan Islam. Pernah sekali ia tak bergabung dalam sebuah pertempuran yaitu Perang Tabuk. Sebab saat itu ia mendapatkan tugas bersama sahabat Ali bin Abi Thalib agar tetap di Madinah untuk menjaga kota tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat pula kesetiaan dan kegigihannya dalam membela Islam. Beliau tak jarang mempercayakan pasukan Islam kepada Maslamah. Pada Perang Uhud, ia dipercaya untuk membawahi 50 prajurit dan memberinya tugas untuk melakukan patroli sepanjang malam di perkemahan pasukan Islam.

Dalam peperangan tersebut, pasukan Islam sedikit kewalahan dalam menghadapi musuhnya. Saat itu, sekitar tujuh puluh prajurit Muslim gugur dan lainnya kocar-kacir menyelematkan diri. Sedangkan prajurit lainnya, termasuk Maslamah, membentuk pasukan kecil untuk melindungi keselamatan Nabi Muhammad.

Di saat lain, tepatnya tahun keempat hijrah, Nabi Muhammad menemui sebuah suku Yahudi yaitu Bani Nadir untuk meminta bantuan atas sebuah masalah. Namun ternyata suku tersebut sedang merencanakan upaya pembunuhan terhadap Nabi. Segera Nabi kembali ke pusat kota Madinah. Ia memanggil Muhammad bin Maslamah dan mengirimnya ke suku tersebut.

Maslamah membawa perintah dari Nabi bahwa Bani Nadir harus meninggalkan Madinah dalam jangka waktu sepuluh hari. Ini dilakukan karena keculasan mereka. Beragam kepercayaan ini merupakan bukti bahwa Muhamad bin Maslamah merupakan sahabat yang setia, pemberani, dan jujur.

Kepercayaan yang ia dapatkan tak hanya selama masa hidup Nabi. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, Maslamah juga mendapatkan kepercayaan yang berlimpah dari para khalifah. Contohnya, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, ia dipilih menjadi salah satu menteri. Tak hanya itu, ia juga dianggap sebagai teman dan penasihat terpercaya sang khalifah.

Sebelum dia diangkat menjadi menteri, ia dikirim ke Fustat, Mesir, untuk menopang pasukan Amr bin Ash. Karena saat itu Amr memang meminta Khalifah Umar untuk mengirimkan bala bantuan untuk memperkuat ekspedisinya. Umar mengirimkan empat detasemen yang setiap detasemen terdiri dari seribu prajurit.

Salah satu detasemen tersebut dipimpin oleh Muhamad bin Maslamah. Kepada Amr, Umar menyampaikan sebuah pesan bahwa ia mengirimkan Muhamad bin Maslamah untuk membantu meraih kejayaan dalam menjalankan misinya. Maka Amr harus menerima Maslamah dan memaafkannya jika Maslamah melakukan sebuah kesalahan.

Nyatanya, Maslamah memberikan kontribusi yang berharga bagi kesuksesan misi yang dijalankan Amr di Fustat tersebut. Setelah kepemimpinan Umar digantikan oleh Usman bin Affan, Maslamah juga tetap mendapatkan kedudukan yang terhormat di mata khalifah ketiga tersebut.

Sang Pencetus Siasat Ightiyal Bagi Penghina Islam

Di antara prestasi gemilang beliau di saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup adalah menjadi inisiator siasat ightiyal (eksekusi secara diam-diam dan mendadak) terhadap tokoh Yahudi Ka’ab bin Asyraf yang menghasut suku Quraisy untuk memerangi Nabi. Selain itu Ka’ab juga menghina Nabi Muhammad dan para sahabat lewat syair-syairnya.

Saking masyhurnya operasi ightiyal tersebut, para ulama mujahid seperti Syaikh Abu Jandal Al Azdi dalam kitabnya tahridhil mujahidin al abthal ‘ala ihyai sunnatil ightiyal menjadikan kisah operasi ightiyal Muhammad bin Maslamah sebagai hujjah masyru’iyatul ightiyal (disyari’atkannya ightiyal) bagi para aimmatul kufr (para pemimpin kekafiran).

Berikut ini adalah kutipan dari kitab yang ditulis Abu Jandal Al Azdi mengenai kisah operasi ightiyal yang dilakukan Muhammad bin Maslamah bersama anggota timnya terhadap Yahudi penghina Islam Ka’ab Al Asyraf.

Dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah SAW berkata,

مَنْ لِكَعْبٍ بْنِ اْلأَشْرَف فَإِنَّهُ آذَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ

“Siapa yang mau membereskan Ka‘ab bin Al-Asyrof? Sesungguhnya dia menyakiti Alloh dan Rosul-Nya.”

Maka berdirilah Muhammad bin Maslamah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau suka aku membunuhnya?” Beliau menjawab, “Ya,” “Kalau begitu izinkan aku (nanti) mengucapkan sesuatu…” pintanya. “Katakan saja,” kata Rosul.

Maka Muhammad bin Maslamah datang kepada Ka’ab bin Al Asyrafdan berkata, “Siapa sebenarnya lelaki itu (maksud dia adalah Nabi SAW), dia memungut zakat dari kita dan membebani kita, sesungguhnya aku datang kepadamu untuk bersekutu denganmu.”

Ka‘ab berkata, “Demi Alloh, tuliskan surat saksi untuknya.”

“Sesungguhnya kita telah mengikutinya, lalu kami tidak ingin meninggalkannya sampai kita lihat, bagaimana akhir dari ajarannya. Dan kami menginginkan engkau meminjami kami satu wasaq atau dua wasaq (makanan).”

Ka‘ab berkata, “Kalau begitu, berikan kepadaku barang sebagai gadai.”

“Barang apa yang kau mau?” tanya mereka.

“Gadaikan wanita-wanita kalian.” Kata Ka‘ab.

“Bagaimana kami akan menggadaikan wanita-wanita kami, sementara engkau adalah orang Arab paling tampan.”

“Kalau begitu, gadaikan anak-anak kalian.”

“Bagaimana kami akan menggadaikan putera-putera kami kepadamu, sementara mereka akan dicela karenanya, dan akan dikatakan: hanya demi menggadai satu atau dua wasaq (kalian rela menggadaikan anak-anak kalian)? Sungguh, ini aib bagi kalian.”

Mereka berkata, “Kami akan menjadikan senjata kami sebagai gadaimu.”

“Baiklah,” jawab Ka‘ab.

Lalu ia menjanjikan kepada mereka untuk bertemu di malam hari dengan membawa geriba, bersama Abu Na’ilah –saudara sesusuan Ka‘ab—. Maka Ka‘ab mengundang mereka untuk datang ke bentengnya, kemudian ia turun untuk menemui mereka. Isterinya berkata, “Mau ke mana engkau malam-malam begini?”

Ka‘ab menjawab, “Itu tak lain adalah Muhammad bin Maslamah dan saudaraku, Abu Na’ilah.”

Perawi selain Amru mengatakan, “Kemudian isterinya berkata lagi, “Aku mendengar suaranya seperti tetetas air.” –dalam lain riwayat: Aku mendengar suara seperti suara darah—.

Ka‘ab berkata lagi, “Itu tak lain adalah saudaraku, Muhammad bin Maslamah dan saudara sesusuanku, Abu Nailah. Orang yang mulia itu, kalau dipanggil untuk berjalan di malam hari pasti menyanggupi.”

Kemudian Muhammad bin Maslamah masuk bersama dua orang, menurut Amru kedua orang itu bernama Abu ‘Abs bin Hibr dan ‘Abbad bin Bisyr.

Amru melanjutkan kisahnya:
“Muhammad bin Maslamah berkata, “Jika dia datang, aku akan memegang kepalanya, maka jika kalian telah melihatku berhasil melumpuhkannya, penggallah lehernya.”

(Inilah cara untuk membunun orang seperti dia, sebab dia berbadan besar dan kuat)

Ketika ia turun dari benteng sembari menyandang pedangnya, mereka berkata, “Kami mencium aroma harum dari tubuhmu.” “Ya,” jawab Ka‘ab, “…istriku adalah wanita Arab paling harum.” Muhammad bin Maslamah berkata, “Bolehkan aku mencium baunya?” “Silahkan,” kata Ka‘ab. Ia pun pura-pura menciumnya. Ia berkata, “Bolehkah kuulangi lagi?”

Maka ketika itulah, Muhammad bin Maslamah berhasil melumpuhkannya, kemudian ia berkata, “Giliran kalian, bunuhlah dia.” Mereka akhirnya berhasil membunuhnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Kemudian, orang-orang yahudi datang kepada Nabi SAW setelah terbunuhnya Ka‘ab bin Al-Asyrof. Mereka berkata, “Wahai Muhammad, teman kami terbunuh tadi malam, padahal dia adalah salah satu tokoh pemuka kami. Ia dibunuh secara diam-diam (ightiyal) tanpa dosa dan kesalahan apa pun sejauh yang kami tahu.” Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّهُ لَوْ فَرَّ كَمَا فَرَّ غَيْرُهُ مِمَّنْ هُوَ عَلَى مِثْلِ رَأْيِهِ مَا اغْتِيْلَ ، وَلَكِنَّهُ آذَانَا وَهَجَانَا بِالشِّعْرِ وَلَمْ يَفْعَلْ هَذَا أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلاَّ كَانَ لِلسَّيْفِ
“Sungguh, kalau dia melarikan diri sebagaimana orang seperti yang sepemikiran dengannya melarikan diri, tentu ia tidak akan dibunuh dengan cara ightiyal, akan tetapi dia menyakiti kami dan mencemooh kami dengan syair, dan tidak ada satu pun dari kalian yang melakukan perbuatan seperti ini kecuali pedang lah pilihannya.” (HR. Bukhori no. 3031 dan Muslim no. 1801).

Ka’ab bin Al Asyraf memang biasa memprovokasi orang-orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin. Ia juga mencela Nabi SAW dengan syairnya dan menggoda isteri-isteri kaum muslimin.

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “di dalam Mursal Ikrimah dikisahkan, pagi harinya kaum yahudi ketakutan, lalu mereka datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Pemuka kami terbunuh secara diam-diam,” akhirnya Nabi SAW menceritakan kelakuan Ka‘ab kepada mereka, di mana ia suka memprovokasi orang untuk menyakiti beliau dan kaum muslimin.

Sa‘ad menambahkan, “Maka mereka menjadi takut dan tidak menjawab sedikit pun.” –hingga Ibnu Hajar berkata—: “…hadits ini berisi kebolehan membunuh orang musyrik tanpa harus mendakwahi terlebih dahulu, jika dakwah secara umum telah sampai kepadanya. Juga berisi bolehnya mengucapkan kata-kata yang diperlukan di dalam perang, meski pengucapnya tidak bermaksud makna sebenarnya. Bukhori mengeluarkan hadits ini dalam Kitabul jihad bab Berbohong dalam perang dan Bab Menyergap orang kafir harbi.”

Muhammad bin Maslamah wafat

Muhammad bin Maslamah meninggal di Madinah pada tahun 43 hijriah. Beliau tidak mengikuti perang Jamal dan Shiffin karena menghindari terjadinya fitnah. Ia meninggal dalam usia 77 tahun. [Ahmed Widad/voa-islam.com]

Sumber http://www.voa-islam.com