Minggu, 22 April 2012

'Jangan Ambil Nyawaku... Sebelum Berhasil Mengambil Air'


Awalnya Musrifah, istri mantan Kepala Pusat Penelitian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, tidak percaya kalau ada sumber air di Gua Pego Dusun Tlogo Warak, Desa Giri Purwo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.


Namun setelah Darminto, penanggung jawab pembangunan wakaf sarana air bersih Badan Wakaf Al-Qur'an (BWA), pada Januari 2012 lalu memperlihatkan video yang menunjukan keberhasilan Tim BWA mengangkat air jernih ke permukaan gua, barulah Musrifah percaya.

“Hidup  lagi semangat saya,” ungkapnya. Itulah pertama kali Musrifah bertemu BWA. Dan pada pertemuan itu pula, ia langsung berwakaf untuk sarana air bersih di Gunungkidul. Pasalnya, sejak tahun 2000 ia memang sudah mencari ke berbagai tempat di pelosok Gunungkidul untuk mencari sumber air bersih. Namun selalu berakhir dengan kegagalan.

Bahkan ia pun sampai memohon kepada Allah SWT. ”Ya Allah, jangan ambil nyawaku sebelum aku berhasil membantu mengambil air,” doanya.

Ya, ibarat kacang, alumnus Sekolah Pengatur Rawat (SPR, sekarang Sekolah Perawat Kesehatan/SPK), memang tidak lupa kulitnya. Setelah hidup sukses di Jakarta ibu dari dua anak perempuan ini tetap peduli terhadap kampung halamannya, Gunungkidul.

Wanita kelahiran 15 Februari 1958 tersebut sangat prihatin sekali melihat kondisi Jlumbang, yang krisis air bersih. Warga terpaksa mengonsumsi air hujan yang ditampungnya. “Jadi kalau sudah habis air hujan, dia bingung musti kemana nyari air?” ungkapnya.

Untuk mendapatkan air saat kemarau, warga mencari air ke daerah Pedoyan yang ada mata airnya bahkan sampai menjual kambing. “Saya sangat prihatin banget,” ujar Musrifah. Makanya, ia pun berusaha membantu warga mendapatkan air bersih walaupun beberapa kali mengalami kegagalan.

Tidak menyerah, Musrifah pun terus mencari ke berbagai tempat lainnya. “Saya sudah berusaha nyari, nyari di gua-gua tidak dapat. Saya  minta tolong lagi sama mahasiswa pencinta alam tidak berhasil juga,” ungkapnya.

Pada 2011, ia pun memanggil jasa pengeboran. Namun ternyata biayanya sangat mahal, untuk mengeluarkan air dari sumber air ke permukaan tanah saja dikenai biaya sampai Rp 246 juta! “Belum lagi pipanisasi ke Jlumbang? Berapa?” Musrifah kaget.

“Namun Alhamdulillah, belum sempat saya teken kontrak dengan pihak jasa pengobaran air itu, saya ditelepon Mas Darminto,” ungkapnya. Dengan biaya yang relatif murah, BWA bisa mengangkat air dari sungai bawah tanah di dasar Gua Pego dan dengan bantuan ibu dua puteri ini dilakukan pipanisasi ke 3 dusun salah satunya adalah ke Jlumbang.

Ingin berpartisipasi dalam program BWA lainnya, silahkan kunjungi www.wakafquran.org
Sumber http://www.republika.co.id