Senin, 15 April 2013

Densus 88 Brutal, Aparat Lokal Takut Jadi Sasaran Balas Dendam


Selama ini, ternyata aparat kepolisian di daerah  merasakan keresahan akibat sikap brutal Densus 88. Mereka gelisah karena khawatir menjadi sasaran balas dendam oleh masyarakat.

Hal ini disampaikan Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme  Komnas HAM, Siane Indriani dalam Diskusi Publik PP Muhammadiyah, yang mengusung tema Memberantas Terorisme tanpa Teror dan Melanggar HAM.


“Sebenarnya kegelisahan yang sama itu terjadi di teman-teman kepolisian di Poso,” kata Siane Indriani di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/4/2013).

...Ada semacam kegelisahan bahwa pola-pola yang dilakukan Densus 88 tidak pernah melakukan koordinasi dengan polisi di daerah.

Siane menambahkan, terkadang aparat kepolisian di daerah seolah merasa dirinya dikorbankan.

“Saya juga diskusi dengan teman-teman kepolisian, wartawan. Mereka secara informal juga menyampaikan kepada kami, ini siapa lagi yang dikorbankan?” tuturnya.

Sementara, pihak Densus 88 ketika melakukan operasi tidak pernah melakukan koordinasi kopolisian di daerah. Hal ini menyulitkan mereka tatakala harus menjawab pertanyaan maupun memberikan keterangan terkait korban misalnya.

“Ada semacam kegelisahan bahwa pola-pola yang dilakukan Densus 88 tidak pernah melakukan koordinasi dengan polisi di daerah. Beberapa Kapolda mengeluhkan ketika kemudian ditemukan korban, mereka hanya mengatakan; kami tidak punya hak untuk mengapa-apakan korban. Hanya melabeling, kemudian kalau ada pertanyaan dari keluarga korban kita tidak bisa menjawab, silahkan langsung ke Densus,” jelasnya.

...Masyarakat awam tidak bisa membedakan mana Densus mana aparat lokal. Sehingga bisa jadi nanti mereka akan melimpahkan kemarahan mereka kepada kami

Kemudian yang paling ditakuti kepolisian daerah adalah mereka menjadi sasaran kemarahan. Sebab, umumnya masyarakat tak bisa membedakan mana Densus dan mana aparat lokal, yang mereka tahu baik Densus atau aparat lokal adalah sama-sama polisi.

“Sebetulnya dengan kekerasan-kekerasan semacam itu, membuat mereka juga takut. Karena apa? Mereka di situ juga sebagai aparat organik yang setiap hari berhubungan dengan masyarakat. Ketika ada kejadian itu masyarakat awam tidak bisa membedakan mana Densus mana aparat lokal. Sehingga bisa jadi nanti mereka akan melimpahkan kemarahan mereka kepada kami,” ungkapnya. [Ahmed Widad]