Kekuasaan junta militer Myanmar
sudah berakhir dan digantikan oleh pemerintahan reformis yang dipimpin oleh
Presiden Thein Sein . Tetapi saat ini Myanmar justru dipenuhi konflik komunal
yang diduga didorong oleh kelompok penghasut.
Contoh paling jelas terjadi di Kota
Meikhtila pada 20 Maret ketika terjadi kerusuhan yang menewaskan 43 jiwa.
Muncul pula stiker “969″ yang menjadi simbol kelompok biksu ekstrimis yang
memisahkan kepemilikan bangunan warga Muslim dan Budha di Myanmar.
“Jelas ada beberapa penghasut yang
memiliki agenda anti-Muslim di Myanmar, termasuk pula biksu Budha yang
menyebarkan intoleransi dan kebencian terhadap Muslim,” ujar pengamat ahli
Myanmar dari International Crisi Group Jim Della-Giacoma, seperti dikutip AFP,
Senin (1/4/2013).
“Ada cara sistematis serangan dan
pembakaran terhadap pemukiman warga Muslim di Myanmar. Cara-cara itu merupakan
buah dari perencanaan yang dilakukan oleh kalangan radikal,” lanjutnya.
Biksu yang selama ini dianggap
sebagai pendukung dari pergerakan pro-demokrasi di Myanmar, saat ini justru
dianggap sebagai sosok yang berperan penting dalam serangan yang terjadi
beberapa waktu terakhir.
Beberapa orang biksu dianggap terlibat dengan aksi kekerasan
tersebut, termasuk Biksu Ekstrem Wirathu, sementara beberapa
dari mereka juga dicurigai melakukan pemisahan kepemilikan bangunan antara
warga Muslim dan Budha. Mereka hanya mengunjungi toko atau bangunan milik warga
Budha dan menempelkan stiker “969″, yang menjadi simbol kampanyenya.
Kerusuhan yang terjadi di Meikhtila
pada 20 Maret lalu, dipicu akibat perdebatan yang terjadi antara penjual emas
dan pembelinya. Entah bagaimana, perdebatan itu kemudian merebak hingga menjadi
kerusuhan yang menewaskan 43 jiwa dan menghancurkan 15 rumah ibadah.