Pukul
tiga dini hari, saat sebagian orang masih terlelap, Desi Priharyana
sudah bergegas bangun dari tidurnya di sebuah toko sembako tempat dia
menumpang tinggal dan bekerja paruh waktu di Desa Toino, Pandowoharjo,
Sleman. Murid SMKN 2 Yogyakarta itu bergegas menyiapkan buku pelajaran
dan barang dagangannya. Sebelum matahari bersinar, dia sudah membuka
toko.
Tak hanya buku pelajaran yang dibawanya ke sekolah. Murid
kelas 1 SMK itu membawa sepeda ontelnya yang dipasangi gerobok berisi
aneka makanan ringan yang akan dijual. Bersepeda sejauh 12 kilometer
menjadi rutinitas paginya menuju sekolahnya yang terletak di Jalan AM
Sangaji, Jetis, Yogyakarta.
Dalam perjalanan menuju sekolah, tak
jarang dia dicegat oleh beberapa langganannya yang sudah menunggu untuk
membeli slondok, camilan tradisional Yogya yang terbuat dari singkong.
Sesampai di sekolah, belum ada yang datang kecuali satpam, Desi
menyempatkan diri untuk belajar di kelasnya.
"Slondok itu gini
lho, terbuat dari telo (singkong)," kata Desi sembari menunjukkan
bungkusan slondok dari gerobok di sepeda onthelnya ketika berbincang
dengan merdeka.com di sekolahnya, Rabu (22/1).
Aktivitas
berjualan ini sudah dilakoni Desi sejak dia masih duduk di bangku
sekolah dasar. Saat itu Desi yang masih duduk di kelas tiga SD melihat
tetangganya yang laris berjualan roti. Melihat itu Desi tertarik untuk
berjualan roti di sekolahnya.
"Pertama kali lihat tetangga jualan roti, kok untung banyak, terus pengin," kenang Desi.
Dengan
bermodal 10 bungkus roti, dia mulai berjualan di sekolahnya. Di sekolah
ternyata rotinya laris dibeli dan habis sebelum jam pulang sekolah.
"Dari
situ tambah jadi 30 roti, tapi karena pabrik rotinya di Solo bangkrut,
jadi ganti jualan yang lain, telur bebek, sampai terakhir jualan
slondok," tutur Desi.
Meski ke sekolah sambil berjualan slondok
dengan sepeda ontel dengan gerobok, Desi mengaku tidak pernah merasa
malu dengan teman sebayanya yang kebanyakan berangkat sekolah dengan
sepeda motor. Desi merasa apa yang dilakukannya bukanlah sesuatu yang
memalukan.
"Saya justru senang, bisa membantu bapak, adik juga.
Kalau naik motor belum tertarik nunggu sudah kerja mapan baru beli
motor," tukasnya.
Siang hari sepulang sekolah, Desi tak langsung
pulang. Sembari menunggu matahari tak begitu terik, dia menyempatkan
menawarkan slondok ke teman-teman atau gurunya dan mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler.
"Karena sudah terbiasa kalau ngontel bernagkat
sekolah nggak terasa, kalau pulangnya panas, jadi nunggu agak teduh
sambil jualan, kadang juga iktu kegiatan OSIS," ujar remaja kelahiran
tahun 1995.
Profil Desi menjadi perbincangan hangat dan mendapat apresiasi positif di media sosial Facebook dalam beberapa hari ini. Fotonya dengan sepeda ontel dan slondok dagangannya dikomentari ratusan orang.
Pemilik akun Yoan Vallone yang mengunggah foto Desi menuliskan komen: Desi
siswa kelas 1 SMK N 2 yk, setiap hari bersepeda kronjot dari Sleman ke
sekolahnya di Jetis kodya sambil berjualan slondok. Desi telah melakukan
kegiatan ini sedari SD kelas 3. Dia memilih melakukannya bukan
semata-mata untuk mencukupi hidup, namun juga untuk belajar mandiri.
Desi merasa bangga tak tak sedikitpun malu, sayapun berpikir demikian,
dimataku dia lebih keren daripada pelajar-pelajar yang menunggangi
Satria F U.
Banyak komentar yang menyatakan kagum, salut
dan sangat menginspirasi. Foto dan kisah Desi disukai oleh 2.229 akun
dan disebarkan oleh 1.325 akun.
sumber