Rabu, 04 September 2013

Raih IPK Tertinggi, Aditya: Itu Bukan Prestasi


Universitas Gadjah Mada kembali mewisuda 1.716 lulusan dari program sarjana, selasa (27/8). Dari ribuan mahasiswa yang diwisuda tersebut, Aditya Riski Taufani dari prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,  menjadi satu-satunya lulusan yang meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), 4,00. Pria kelahiran Semarang, 21 tahun silam ini pun didaulat untuk memberi pidato sambutan mewakili wisudawan.


Putra dari pasangan Suharno dan Agustiati ini mengatakan waktu kuliah empat tahun yang ditempuh para lulusan UGM tidak lepas dari sumbangsih bantuan dari berbagai pihak, yakni dosen, tenaga kependidikan hingga institusi lain di luar UGM yang memberikan bantuan beasiswa untuk kelancaran studi.

Namun demikian, menurutnya, prestasi tidak ditentukan dari nilai IPK tinggi. Ia berpendapat, semua orang bisa berprestasi asal tahu potensi dirinya sendiri dan kemudian mampu mengembangkan dan menggunakannya untuk kepentingan masyarakat. “Saat ini kita memasuki era meritokrasi, era dimana prestasi kita yang menentukan adalah kita sendiri, bukan orang tua, kolega ataupun kedaerahan,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, ia mengajak para lulusan UGM lainnya ikut berkontribusi bagi pembangunan bangsa ditengah persoalan defisit integritas. Diakuinya integritas bukan hanya jujur namun juga juga mampu menjunjung tinggi kebenaran. “Saat ini menjadi barang langka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata pria yang lulus dalam waktu 3 tahun 10 bulan ini.

Sebagai anak bangsa, ujar Aditya, sudah saatnya para pemuda untuk berhenti saling menghujat, mengutuk dan membesarkan kekurangan bangsa. “Toh, tidak ada bangsa yang sempurna. Buang semua pesimisme karena kita adalah masa depan bangsa ini,” tandasnya.

Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M,Soc., Sc., dalam kesempatan tersebut mengaku terprovokasi dari pidato Aditya, sampai-sampai ia tidak membacakan teks naskah pidato yang telah ditulisnya. Pratikno pun sependapat dengan Aditya bahwa lulusan UGM yang mencapai 200-an ribu memiliki peluang untuk berkiprah bagi pembangunan bangsa Indonesia. Namun begitu, masih ada persoalan bangsa  yang kini harus dipecahkan bersama, “Persoalan korupsi yang masih mendera,” ungkapnya.

Menurutnya, ia tidak henti-hentinya mengingatkan para lulusan agar selalu meningkatkan etika moralitas. ”Bahwa kita lulusan UGM harus menjadi tauladan. Lulusan perguruan tinggi yang menjadi rujuan bagi anak muda Indonesia,” katanya.

Di wisuda program sarjana kali ini, studi rata-rata para lulusan adalah 4 tahun 4 bulan dengan waktu studi tersingkat ditempuh oleh Bella Chyntiara dari prodi Akuntasni yang lulus dalam waktu 3 tahun 2 bulan. Lulusan termuda  diraih Wahyu Kusuma Astuti dari prodi Perencanaan Wilayah dan Kota yang lulus dalam usia 20 tahun 1 bulan 19 hari. Rerata Indeks Prestasi Kumulatif lulusan adalah 3,30. Adapun persentase yang berpredikat cumlaude sebanyak 517 orang atau 30,16 persen dari seluruh lulusan yang diwisuda. (Humas UGM/Gusti Grehenson)